Muhammadiyah: Yang Terjadi di Myanmar Bukan Konflik, tapi Pembantaian

30 Agustus 2017 21:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain )
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain )
ADVERTISEMENT
Jumlah etnis Muslim Rohingya yang tewas di Myanmar jauh lebih banyak ketimbang yang dirilis pemerintah Aung San Suu Kyi. European Rohingya Council (ERC) mengatakan antara 2.000 dan 3.000 Muslim Rohingya terbunuh di negara bagian Rakhine hanya dalam waktu tiga hari, dari Jumat hingga Minggu lalu.
ADVERTISEMENT
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mengatakan yang terjadi di Myanmar tersebut bukan masalah konflik semata. Namun merupakan aksi pembantaian yang sayangnya tak mendapat reaksi apa-apa dari dunia.
"Apa yang terjadi di Myanmar bagi saya bukan konflik, namun pembantaian. Pembantaian yang sudah lama berlangsung namun dunia seolah tak mampu berbuat apa-apa, namun, sekadar bersikap menunjukkan keprihatinan dan empati yang menurut saya basa-basi dalam pergaulan diplomasi perdamaian dunia," ujar Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/8).
Tahun 2012 yang lalu, Danil bersama delegasi Religion for Peace sempat mencoba mediasi dialog dan masuk ke Camp pengungsian etnis Rohingya, namun tak membuahkan hasil. Berbagai mediasi, dialog dan lobby terhadap pemerintah junta militer sampai pemerintah, selalu gagal.
ADVERTISEMENT
"Bahkan misi-misi kemanusiaan seperti bantuan logistik dan kesehatan sulit menembus dan mendapat akses. Jadi menurut saya yang paling dibutuhkan saat ini oleh etnis Rohingya yang sedang dihadapkan dengan fakta pembantaian oleh militer Myanmar bukan bantuan logistik dan kesehataan. Tapi tekanan politik dari dunia terhadap pemerintah Myanmar yang sedang melakukan pembantaian," jelas Danil.
Menurut Danil, PBB seharusnya menekan Myanmar secara politik dengan menghukum mereka. Karena Myanmar melakukan kejahatan kemanusiaan secara brutal, dan dunia seolah melegalkan pembantaian tersebut.
Pengungsi Rohingya (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: Reuters)
"Saya berharap pemerintah Indonesia bisa memimpin dan menyampaikan sikap tegas dan terang dalam bentuk tekanan politik luar negeri dengan menghimpun negara-negara yang peduli dengan tragedi kemanusiaan di Myanmar tersebut. Agaknya pemerintah Indonesia perlu tegas melakukan peringatan diplomasi yang keras misalnya dengan menarik dubes RI dari Myanmar, dan meminta Dubes Myanmar di Indonesia untuk meninggalkan Indonesia," kata Danil.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Danil mengusulkan agar Sidang Khusus ASEAN mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan dan menghimpun negara-negara yang menjunjung tinggi HAM untuk melakukan embargo terhadap Myanmar.
"Political diplomacy pressure seperti ini agaknya belum dilakukan oleh dunia, termasuk oleh Indonesia. Saya menyarankan pemerintah Indonesia menginisiasi upaya ini," ucap Danil.