Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY sekaligus Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Thoha Abdurrahman, angkat bicara soal warga non-muslim yang ditolak tinggal di Pedukuhan Karet RT 8, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul.
ADVERTISEMENT
Thoha mengambil contoh pada zaman Nabi Muhammad dahulu. Di Madinah, menurutnya, saat itu warga non-muslim dapat hidup berdampingan dengan Nabi Muhammad. Sehingga peraturan yang ada di Karet dianggap tidak baik olehnya.
“Wong zaman nabi saja di Madinah juga ada orang-orang non-Islam tinggal bersama nabi gitu,” ujarnya dihubungi kumparan, Selasa (2/4).
Thoha mengatakan peraturan tersebut harus diubah. Warga non-muslim tetap boleh tinggal asalkan tidak mengkampanyekan agamanya kepada umat muslim
“Asal jangan mempengaruhi asal jangan kampanye (agama) non-muslim gitu,” katanya.
Sebelumnya, Slamet Jumiarto (42) seorang Katolik mendapatkan perlakuan diskriminatif ketika hendak mengontrak di Pedukuhan Karet. Dia telah membayar uang kontrak selama satu tahun namun ternyata di pedukuhan tersebut terdapat aturan tertulis warga bukan muslim tidak boleh tinggal di situ.
ADVERTISEMENT
Slamet pun kemudian mengadu ke Sekda DIY juga Sekda Bantul. Kemudian digelarlah mediasi dengan warga setempat. Di situ diputuskan Slamet diperbolehkan tinggal hanya selama 6 bulan saja.
“Terus yang 6 bulan lagi (sisa kontrak) dikembalikan dalam bentuk uang. Kalau tidak satu tahun saya mending minta uangnya lagi full satu tahun ke pada saya. Kalau hanya 6 bulan kan buat apa. Sama saja penolakan secara halus kepada saya. Kalau memang boleh ya boleh kalau enggak, ya enggak begitu saja,” ujarnya.