MUI Gelar Rapat Pleno Bahas Terjemahan Al-Quran Edisi Terbaru

31 Juli 2019 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Pleno ke 41 Dewan Pertimbangan MUI di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (31/7). Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Pleno ke 41 Dewan Pertimbangan MUI di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (31/7). Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar rapat pleno untuk membahas terjemahan Al-Quran edisi terbaru. Pada terjemahan edisi 2019, ada sejumlah pembaruan yang dilakukan oleh Kemenag.
ADVERTISEMENT
“Terdapat sejumlah terjemahan baru yang berbeda dengan terjemahan sebelumnya, untuk itulah kita hadirkan para ahli,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (31/7).
“Kita akan mengkaji, memahami kitab suci Al-Quran, khususnya terjemahan Kemenag,” sambungnya.
Din juga mengapresiasi upaya Kemenag untuk memperbarui terjemahan Al-Quran demi mendekatkan umat kepada penciptanya.
“Kita sangat menghargai upaya Kementerian Agama tiada hentinya menyempurnakan penerjemahan kitab suci Alquran sehingga lebih mudah dipahami dan lebih dekat dengan kebenaran,” tutur Din.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, di kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat (19/4). Foto: Ajo Darisman/kumparan
Kepala Bidang Pengkajian Al-Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kemenag, Abdul Aziz Sidqi, menjelaskan, salah satu pembaruan yang dilakukan adalah menyesuaikan terjemahan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
ADVERTISEMENT
Abdul juga menjelaskan, di dalam Al-Quran terjemahan edisi terbaru, penjelasan tambahan singkat akan ditulis dalam kurung. Sementara untuk penjelasan tambahan panjang akan ditulis di catatan kaki.
“Pertama, disesuaikan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), karena itu, mulai penyempurnaan terakhir ini, kami bekerja sama dengan Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI,” jelas Abdul.
“Nama surat tidak diterjemahkan lagi sebagaimana edisi yang lama, tapi dilengkapi dengan subjudul, kalau edisi kedua itu tidak ada subjudul, nah, yang edisi baru ini insyaallah ada subjudul lagi karena rupanya dibutuhkan oleh masyarakat,” ujar Abdul.
Selain itu, Abdul menambahkan, terjemahan edisi terbaru ini juga menggunakan bahasa yang ramah disabilitas dan gender. “Yang terbaru itu ramah disabilitas, saya kira ini agak berbeda dengan sebelumnya. Contoh, terjemahan kata yang berorientasi fisik itu diubah, misal buta jadi tuna netra,” imbuhnya.
Rapat Pleno ke 41 Dewan Pertimbangan MUI di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (31/7). Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
“Kemudian ini yang juga ramai adalah ramah gender, karena misalnya terjemah surat An-naba’, itu pada awalnya revisi pertama dan kedua diartikan sebagai 'gadis-gadis montok yang sebaya', kami diprotes oleh kalangan, lalu diusulkan agar tidak vulgar diubah 'montok' jadi 'molek',” kata Abdul.
Abdul mengatakan, saat ini, terjemahan Al-Quran edisi 2019 masih dalam tahap akhir, yakni tahap penyempurnaan.
“Yang edisi 2019 belum diterbitkan karena masih kami selesaikan proses-proses akhir dan biasanya ini yang agak lama, proses editing, penyempurnaan, proses layouting, dan sebagainya ini masih dalam proses,” paparnya.