Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Indonesia menghadapi ancaman COVID-19 lebih serius karena Presiden Joko Widodo belum melarang mudik lebaran, yang akan berlangsung bulan depan.
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI ) menyerukan agar masyarakat tidak mudik sebagaimana tuntunan agama Islam dalam menghadapi wabah penyakit menular.
"Tetap di rumah, jadikan rumah cahaya. Tidak mudik, khususnya teman-teman di Jabodetabek. Pemerintah sudah menetapkan dengan ikhtiar pengendalian dengan PSBB," ucap Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Asrorun Niam, dalam jumpa pers di BNPB, Senin (13/4).
"Artinya, kalau kita mengaku beragama, kita menyesuaikan dengan tuntunan Rasulullah, apabila ada wabah dan kamu ada di kawasan peredaran wabah itu, jangan keluar, sekalipun untuk tujuan mudik, kecuali uzur syari yang memang tidak bisa ditinggalkan," imbuhnya.
Meski begitu, MUI tidak bisa mengeluarkan fatwa soal haram mudik sebagaimana dimintakan Wapres Ma'ruf Amin dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebab, mudik ranah kebijakan publik.
ADVERTISEMENT
"Pertimbangan tersebut harus utuh, baik aspek agama, sosial, ekonomi, budaya, dan yang paling penting keamanan dan kesehatan," jelas dia, Jumat (10/4).
"Jadi solusinya adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, karena itu ranahnya Pemerintah. Tidak mesti dengan fatwa," tegas dia.
Sebelumnya, Sekjen MUI Anwar Abbas pernah menyebut, mudik haram karena mencelakakan orang lain. Namun, pendapat Anwar itu bukan fatwa, melainkan pemahaman atas mudik di tengah corona.
"Berarti haram, karena mencelakakan orang lain, kalau ada wabah masuk di situ, mencelakakan diri kita, terlarang. Kalau pindah dari negeri yang ada wabah ke negeri yang tidak ada wabah, tidak boleh juga, karena mencelakakan orang," jelas Anwar, saat dihubungi, Kamis (2/4).