MUI Kutuk Kekerasan Muslim di India: Pelanggaran HAM Berat

2 Maret 2020 9:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Aksi kekerasan kepada sejumlah muslim terjadi di New Delhi India. Akibat peristiwa itu, 27 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
ADVERTISEMENT
Merespons hal tersebut, Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam keterangannya mengutuk aksi tersebut. MUI menilai hal terebut cermin intoleransi yang nyata.
MUI mendesak parlemen India membatalkan Undang-Undang diskriminatif terhadap umat Islam di India. Mereka juga meminta Pemerintah Indonesia mengambil sikap atas apa yang terjadi di India.
Dewan Pertimbangan MUI juga berharap baik umat Islam maupun Hindu di Indonesia tidak terpengaruh dan terhasut pada kerusuhan India tersebut.
Kondisi lokasi usai kericuhan pada aksi demonstrasi di New Delhi, India, (26/2) Foto: REUTERS / Adnan Abidi
Berikut pernyataan lengkap Dewan Pertimbangan MUI:
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim
Sehubungan dengan tindak kekerasan terhadap umat Islam di India yang mengakibatkan puluhan nyawa orang-orang tak bersalah hilang dan masjid hancur atau rusak berat, Dewan Pertimbangan MUI menyatakan:
ADVERTISEMENT
Semoga Allah SWT melindungi dan menyelamatkan umat Islam di India.
Prof. Dr. Din Syamsuddin
Ketua
Prof. Dr. Noor Ahmad
Sekretaris
Sekelompok pria memukul Mohammad Zubair, saat aksi demonstrasi di New Delhi, India. Foto: REUTERS/Danish Siddiqui
Konflik antaragama di India dipicu adanya Undang-Undang Kewarganegaraan India yang hanya memberi status kewarganegaraan bagi imigran. Khususnya, bagi mereka yang menerima persekusi di negaranya, dengan syarat beragama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya, selain muslim.
Regulasi ini disahkan pemerintahan Perdana Menteri India, Narendra Modi yang beraliran sayap kanan. Partai pengusungnya, Bhratiya Janata (BJP) dituduh bersikap diskriminatif terhadap umat Islam.