MUI Minta Definisi 41 Masjid Terpapar Radikalisme Diperjelas

10 Juli 2018 10:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cholil Nafis. (Foto: Instagram @cholilnafis)
zoom-in-whitePerbesar
Cholil Nafis. (Foto: Instagram @cholilnafis)
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Kiai Cholil Nafis, menanggapi survei Himpunan Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) yang menyebut 41 masjid instansi negara di Indonesia terpapar radikalisme. Menurut Cholil, penelitian itu harus lebih menjelaskan definisi radikal yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
"Saya mengapresiasi penelitian itu meskipun perlu lebih jelas soal definisi radikalnya itu. Seperti tak mau pemimpin perempuan, aspek radikalnya di mana ya? Karena itu wilayah perbedaan pendapat ulama dalam Islam. Mungkin juga perlu dibedakan antara masjid sebagai rumah ibadah dengan konten atau isi khotbah yang disampaikan oleh khatib," ujar Cholil kepada kumparan, Selasa (10/7).
Survei dilakukan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerja sama dengan Rumah Kebangsaan pada 29 September-21 Oktober 2017. Lembaga terafiliasi NU tersebut mengumpulkan data-data berupa buletin masjid hingga rekaman video dan audio khotbah Jumat.
Hasilnya, sebanyak 21 masjid terpapar radikalisme berada di kantor BUMN, 8 masjid di kantor lembaga, dan 12 masjid berada di kementerian.
ADVERTISEMENT
Hikmahnya, imbuh Cholil, Kementerian Agama harus lebih intensif membina dewan kemakmuran masjid (DKM) di berbagai kementerian dan BUMN. Sehingga, masjid sebagai pusat penggemblengan rohani, dapat berjalan efektif dan tidak menyimpang.
"Namun bagaimanapun, masjid adalah tempat membangun kesalehan individu dan sosial. Apalagi masjid pemerintah, harus jelas arah pembinaannya, jangan sampai justru diisi atau dikuasai yang dapat merongrong NKRI dan ingin mengganti ideologi bangsa," tuturnya.
Menurutnya, keberadaan masjid pemerintah, seharusnya bisa menjadi tempat yang strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter. Dengan begitu, tutur Cholil, kesalihan individu dalam beribadah di masjid dan peningkatan SDM, dapat berimbas pada kebaikan korporasi dan lembaga pemerintahan.
Konpres P3M dan Rumah Kebangsaan terkait 41 Masjid yang terindikasi paham radikal (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpres P3M dan Rumah Kebangsaan terkait 41 Masjid yang terindikasi paham radikal (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
"Seyogianya juga masjid itu menjadi unit yang terkait dengan pencapaian target instansi, lembaga atau kementerian," ungkap Cholil.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs resminya, P3M merupakan lembaga swadaya masyarakat yang didirikan pada 18 Mei 1983. Meski tidak berafiliasi secara struktural dengan NU, P3M menjadi salah satu wadah bagi kegiatan kalangan NU.
Anggota P3M Agus Muhammad sebelumnya menyebut, paham radikal tersebut merujuk kepada para pengajar masjid yang menyebarkan ajarannya ke dalam tiga tingkatan, yaitu rendah, menengah, dan tinggi. Untuk 7 masjid yang masuk kategori radikalisme rendah, mereka diajarkan untuk tidak menyetujui intoleransi, namun memaklumi adanya khilafah.
Selanjutnya, 17 masjid lain yang masuk kategori menengah, mereka diajarkan untuk menyetujui sikap intoleran dan ide khilafah. Sedangkan untuk kategori radikal tinggi, sudah dalam taraf memprovokasi orang untuk melakukan tindakan intoleransi.
"Tingkat radikal tinggi bukan hanya setuju terhadap gagasan dan tindakan radikal, tapi mereka memprovokasi umat melakukan hal yang sama. Ikut berjuang mendirikan Hizbut Tahrir," tutur Agus di Kantor PBNU, Jalan Salemba Raya, Jakarta Utara, Minggu (8/7).
ADVERTISEMENT