Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mulyani Berbagi Kisah: dari Penyanyi Bar ke Dangdut Gerobak Keliling
11 Januari 2017 13:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Roda hidup berputar. Waktu terus berjalan, Mulyani dahulu berlenggak-lenggok di atas panggung. Pemujanya banyak, uang selalu dia dapat setiap malamnya dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Pada 1970-an, Mulyani berumur 15 tahun. Sebagai remaja putri dari Bogor, diajak ke Jakarta dan menjadi penyanyi adalah sebuah kebanggaan. Walau hanya bernyanyi di bar di kawasan Jakarta Utara, tetapi uang banyak didapatnya.
"Saya dulunya penyanyi kafe-kafe hingga penyanyi bar, Mas. Yang saya ingat terakhir kali bekerja di bar Sunset, kawasan Ancol. Kata orang orang yang mendengar suara saya seperti Elvi Sukaesih. Gaji saya sekali manggung 20.000 rupiah sehari. Bayangkan saja Mas, untuk ukuran segitu pada tahun 1970-an sangat besar," beber Mulyani yang kini berusia 54 tahun ditemui kumparan di kawasan Depok, Selasa (10/1).
Sambil meminta saweran dari gerobak dangdut keliling, Mulyani kembali melanjutkan ceritanya.
Di panggung bar itu Mulyani bertemu jodohnya. Rahman namanya, seorang koki di bar. Saat menikah, Mulyani berusia 28 tahun dan Rahman 40 tahun. Setelah resmi menjadi suami istri, keduanya memutuskan hengkang dari bar.
ADVERTISEMENT
Sebuah kontrakan di kawasan Pademangan, Jakarta Utara, dipilih menjadi tempat berteduh. Rahman dan Mulyani kemudian membuka usaha warung makan seafood. Namun, nasib baik tidak memihak kepada mereka berdua, karena mengalami kebangkrutan.
Mulyani dan suaminya memutar otak agar bisa bertahan hidup karena umur pernikahan mereka baru menginjak dua tahun. Bahkan saat melahirkan putri pertamanya, Yuni, dia harus meminjam uang kepada sanak-saudara serta tetangga sekitar karena tak punya uang. Rahman bekerja serabutan.
Akhirnya, pasangan in memutuskan hijrah ke Depok, di kawasan Citayam. Sebuah rumah sederhana dipilih menjadi tempat tinggal. Di pinggiran Jakarta ini, Mulyani dan Suaminya memutuskan untuk menjadi pemulung botol minuman demi menghidupi buah hatinya yang masih balita, Yuni kini sudah berusia 38 tahun.
ADVERTISEMENT
Sistem upah yang mereka terima adalah per minggu, maka sebelum mendapatkan hasil jerih payahnya, pasangan suami-istri tersebut berusaha mengumpulkan berbagai jenis botol minuman. Upah selama seminggu yang mereka peroleh sangat jauh dari kata cukup, di mana Yuni sangat membutuhkan asupan gizi.
Untuk tambah-tambahan, Mulyani rela menjadi penyanyi dangdut panggilan bagi hajatan di perkampungan. Hal tersebut dia lakukan bertahun-tahun hingga sang suami memiliki ide mencari uang dengan gerobak keliling.
Sebuah ide untuk membuat gerobak yang menampung 'sound system' dengan aliran listrik dari aki basah, Rahman merealisasikan alat pencari uang tersebut untuk bergerilya dengan gerobak keliling mengamen ke rumah-rumah warga di sekitaran Depok. Mulyani belum ikut penuh kala itu, hanya sesekali saja.
ADVERTISEMENT
Dia masih mengasuh dua buah hatinya, setelah Yuni adalagi putrinya yang lain, Ida yang kini sudah menikah dan menetap di luar kota. Kedua putrinya menikah di usia 18 tahun. Soal pendidikan Yuni hanya sampai SMP, sedang Ida tak sekolah.
Sudah dua tahun ini Yuni membawahi penuh gerobak dangdut keliling, putrinya Yuni yang sudah bercerai dengan suaminya ikut membantu. Yuni sudah memiliki tujuh anak.
Selain Yuni, adalagi dua orang yang membantunya. Desi dan Suparman yang juga ikut bernyanyi mendendangkan lagu dengan gerobak keliling. Mulyani dkk biasanya mengamen dari pukul 12.00-21.00 WIB. Rute yang mereka pilih biasanya Citayam, Grogol, Tanjung Barat, dan Pangasinan.
Matahari masih bersinar terik di Depok. Mulyani dan timnya menelusuri perumahan Cipayung untuk mencari peruntungan dengan harapan bisa membawa uang yang cukup. Yuni dengan semangat menarik gerobak, dan Suparman berusaha menghibur warga dengan suara khas cengkok-cengkok dangdut lawas.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Mulyani dan Desi dengan giat gerilya mencari saweran ke warga-warga yang rumahnya dilintasi. Suara kencang musik dangdut memang memancing warga melihat.
Perjalanan demi perjalanan di lalui dari rumah ke rumah dengan pemandangan yang sangat terasa suasana kampung. Kumparan sempat istirahat untuk kembali berbincang-bincang di warung kopi. Mereka berempat yakni, Mulyani, Desi, Yuni, dan Suparman terlihat enjoy dan menikmati pengamen dangdut keliling seperti itu.
Sore menjelang dan kumparan harus pamit karena tidak sanggup mengikuti mereka hingga kawasan pangasinan, Citayam. Kumparan pun berpisah di kawasan Serong dan semoga Mulyani tetap semangat mengejar rezeki yang halal.
"Saya tetap bangga dengan kerja saya, meskipun punya keinginan hidup tenang di usia senja, saya tidak mau menyusahkan anak karena mereka hidup juga susah," tutup perempuan yang kini berkerudung ini.
ADVERTISEMENT