Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Munas PMI Minta Jusuf Kalla Kembali Jadi Ketua Umum Secara Aklamasi
9 Desember 2024 7:06 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sidang Pleno Kedua Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 Palang Merah Indonesia (PMI) 2024 telah menerima laporan pertanggungjawaban Jusuf Kalla atau JK selaku Ketua Umum PMI 2019-2024. Para peserta munas juga meminta JK untuk kembali memimpin PMI.
ADVERTISEMENT
Ketua Sidang Pleno Kedua, Adang Rocjana, yang juga Ketua PMI Jawa Barat, mengatakan mayoritas dari 490 peserta Munas meminta JK untuk memimpin PMI periode 2024-2029.
“Dari 490 peserta yang hadir, yang merupakan perwakilan dari 34 PMI provinsi dan satu Forum Relawan Nasional (Forelnas), memberikan tanggapan positif terhadap laporan pertanggungjawaban Ketua Umum PMI dan mendukung Jusuf Kalla untuk kembali memimpin PMI,” kata Adang Rocjana lewat keterangannya.
Ada dua calon yang diusulkan ke panitia kredensial, calon lainnya adalah Agung Laksono. Namun yang memenuhi syarat adalah Wakil Presiden ke-10 dan 12 tersebut. Ini terlihat dari surat dukungan yang masuk dengan rincian JK didukung 50 persen lebih peserta munas, sementara Agung Laksono tidak sampai 20 persen.
ADVERTISEMENT
“Artinya, Jusuf Kalla adalah calon tunggal,” ujar Ketua Panitia Munas ke-22 PMI, Fachmi Idris.
“Merujuk pasal 66 ayat 1 dan 2 Anggaran Rumah Tangga PMI, berdasarkan laporan yang masuk, terdapat dua calon ketua umum, yaitu Agung Laksono dan Jusuf Kalla. Sampai batas waktu yang ditetapkan, surat dukungan yang masuk untuk Agung Laksono tidak sampai 20% dari suara jumlah utusan yang berhak hadir. Sehingga gugur menjadi bakal calon. Sedangkan untuk Jusuf Kalla, dukungan yang masuk melebihi 50% dari jumlah utusan yang berhak hadir. Menurut aturan PMI, apabila ada bakal calon dukungannya lebih dari 50%, maka calon tersebut dapat ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua Umum,” lanjutnya.
Sebelumnya, laporan pertanggungjawaban Jusuf Kalla disampaikan melalui video dokumentasi yang menampilkan berbagai aktivitas PMI selama masa kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
Beberapa poin utama dalam laporan tersebut meliputi dukungan PMI dalam pengendalian Pandemi COVID-19 di berbagai daerah, aksi tanggap darurat di berbagai lokasi bencana di Indonesia, implementasi program-program yang mendukung kegiatan adaptasi perubahan iklim, dan aksi kemanusiaan internasional di Gaza.
Dengan pencapaian ini, para peserta Munas berharap Jusuf Kalla dapat melanjutkan kontribusinya dalam memperkuat peran PMI di tingkat nasional dan internasional.
Sempat Beredar Isu Politik
Menjelang Munas PMI, sempat beredar isu politik uang. Beredar surat dari Komite Donor Darah Indonesia. Surat ini berisi undangan kepada para ketua PMI kabupaten, kota, provinsi se-Indonesia untuk datang Hotel Sultan, Jakarta.
Dalam acara itu, KDDI akan menyatakan diri mendukung Agung Laksono — kader Golkar sebagaimana JK — sebagai Ketum PMI. Para ketua PMI daerah yang datang juga diminta membawa stempel PMI masing-masing.
ADVERTISEMENT
Surat ini sempat direspons oleh jajaran PMI Jatim. Mereka menegaskan tindakan KDDI inkonstitusional. PMI Jatim juga tegas menolak datang dan akan fokus mensukseskan Munas PMI 8-10 Desember 2024.
Isu Intervensi Menkes
Isu lainnya adalah isu ikut cawe-cawenya Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam pemilihan Ketum PMI. Atas isu ini, Agung Laksono — kader Golkar sekaligus eks Menko Kesra — menyanggahnya.
"Bapak Menkes sudah mampu mengelola instansinya dengan baik, jadi sama sekali tidak ada yang disebut dia ikut terlibat dalam persoalan kontestasi ketua umum PMI ini. Jadi, saya bantah pernyataan itu," ujar Agung pada Jumat (6/12), seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya, Ketum PMI Jusuf Kalla menegaskan bahwa semua anggota PMI memiliki hak yang sama untuk menjadi ketua umum. Hanya saja, walau memiliki hak yang sama, namun harus mengedepankan etika dan memenuhi syarat yang sudah di atur di dalam AD/ART organisasi.
ADVERTISEMENT
"Tidak boleh kayak partai macam-macam. Ini soal kemanusiaan, sehingga harus sesuai etika, AD/ART dan syarat peraturan organisasi," ujar eks Ketum Golkar sekaligus eks Wapres ini.