Muncul Tandingan, Ketum Ungkap Alasan IDI Jadi Organisasi Profesi Tunggal

24 Juni 2022 9:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Moh. Adib khumaidi, SpOT Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Moh. Adib khumaidi, SpOT Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Muhammad Adib Khumaidi mengungkap alasan IDI jadi satu-satunya organisasi profesi kedokteran yang sah menurut Undang-Undang. Di tengah munculnya organisasi tandingan seperti Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) dan Perhimpunan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB).
ADVERTISEMENT
Menurutnya bila terkait dengan nyawa manusia, ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Termasuk standar pelayanan, standar kompetensi, dan standar etik.
“Bicara terkait dengan organisasi profesi yang terkait dengan nyawa manusia, maka dia harus tunggal. Kenapa, karena ada hal yang berkaitan dengan standar pelayanan, standar kompetensi, dan kemudian standar etik dalam rangka untuk perlindungan hukum buat si dokternya dan juga perlindungan untuk masyarakat," terang Adib dalam wawancara dengan kumparan di Kantor PB IDI Pusat, dikutip Jumat (24/6).
"Itu yang jadi poin utama yang akhirnya jadi suatu keputusan yang organisasi profesi itu harus tunggal,” tegasnya.
Terkait hal ini juga, Komisi IX DPR RI telah mengadakan pertemuan audiensi dengan PDIB. Mereka pun menuntut UU nomor 29 tahun 2004 direvisi sebab merasa hanya mencantumkan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut Adib, permasalahan ini telah selesai di tahun 2017 melalui keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 10/puu-xv/2017 tahun 2017. Keputusan ini mengatur tentang pengujian UU tersebut.
“Di situ kemudian menjadi salah satu poin utama yang disampaikan oleh MK kepentingan mengapa itu harus satu organisasi profesi. Harus tunggal. Karena keterkaitan dengan sebenarnya bukan dari sisi kepentingan dokter, kita memahami bukan dari kepentingan dokter tapi dari sisi kepentingan masyarakat,” terangnya.
Adib juga menyebutkan organisasi profesi tidak dapat disamakan dengan organisasi masyarakat. Sebab, ia memiliki ciri dan syarat yang jelas.
“Ini yang menjadi dasar sebenarnya bahwa kalau kita bicara organisasi profesi ada 4 hal cirinya. Yang pertama responsibility, yang kedua ada expertise atau kompetensi, yang ketiga adalah kesejawatan, yang keempat adalah etik. Nah 4 hal ini yang harus mencirikan profesi. Sehingga tidak bisa kemudian organisasi profesi ini disamakan dengan organisasi masyarakat,” jelas Adib.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Ketua Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia ini juga menjelaskan bahwa IDI memiliki nilai sejarawan yang kental dan telah ada untuk mengiringi kemerdekaan Indonesia. Menurutnya hal ini membentuk visi dan misi IDI dan nilai sejarah ini harus dijaga.
“Sehingga dalam akta pendirian atau visi atau tujuan IDI di awal, itu ada dua. Pertama mengawal hak hak kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Itu poin utama. Kemudian baru bicara yang poin terakhirnya mengawal hak hak kesejahteraan dokter. Nah inilah yang kemudian proses yang panjang diawali kondisi penjajahan pada saat itu, menuju kemerdekaan, dan itu yang harus kita jaga,” jelas Adib.
Sementara itu terkait organisasi masyarakat lain yang ingin diakui sebagai organisasi profesi dokter Adib menilai berkumpul tidak masalah. Namun ada nilai-nilai dari organisasi profesi yang harus dimiliki.
ADVERTISEMENT
“Negara ini juga negara demokrasi. Kebebasan berserikat di perbolehkan. Sehingga apabila ada satu kelompok dokter membuat satu organisasi sah sah saja secara negara. Tapi kemudian tapi kalau bicara masalah ini adalah organisasi profesi ada tadi. Ada syaratnya, ada cirinya bahwa organisasi seperti apa, ada regulasi UU, dan ada sejarah,” pungkasnya.