Mya Thwe Thwe Khaing, Wanita Muda yang Jadi Simbol Perlawanan Nasional Myanmar

22 Februari 2021 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lilin dinyalakan selama peringatan Mya Thwate Thwate Khaing, remaja yang tewas dalam aksi demo di Myanmar. Foto: Stringer/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Lilin dinyalakan selama peringatan Mya Thwate Thwate Khaing, remaja yang tewas dalam aksi demo di Myanmar. Foto: Stringer/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada Jumat (19/2), Mya Thwe Thwe Khaing, salah satu pengunjuk rasa dalam demo antikudeta Myanmar, meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Wanita berusia 20 tahun ia tewas setelah ditembak oleh pasukan huru-hara Myanmar di bagian kepala dengan peluru tajam 10 hari sebelumnya.
Ia menjadi demonstran pertama yang tewas sejak protes terhadap kudeta berlangsung.
Kini, Mya menjadi simbol perlawanan nasional dan wajahnya terpampang di sepanjang jembatan pusat kota Yangon, Myanmar.
Lalu, siapakah Mya Thwe Thwe Khine dan bagaimana kronologi kematiannya?
Pengunjuk rasa memegang spanduk dengan gambar Mya Thwate Thwate Khaing, remaja yang tewas dalam aksi demo di Myanmar. Foto: STR/AFP
Mya Thwe Thwe Khine adalah seorang warga Myanmar yang bekerja di supermarket. Mya lahir di Pyinmana, Myanmar, 11 Februari 2001.
Mengutip BBC, seluruh keluarga Mya adalah pendukung Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Saudara Mya mengatakan bahwa dia memilih untuk pertama kalinya dalam pemilu November 2020 lalu, yang dimenangkan oleh NLD.
ADVERTISEMENT
Kakak Mya sebelumnya sempat memintanya untuk tidak mengikuti demonstrasi karena takut akan berubah menjadi kekerasan.
Mya kemudian melakukan perjalanan ke tempat protes bersama saudara perempuannya dari Yezin, sebuah desa di timur laut Ibu Kota. Kakaknya juga memperingatkan dia untuk tetap di belakang jika polisi mulai menembak.
Mya bergabung dalam unjuk rasa protes di Jalan Taungnyo, dekat bundaran Thabyegon di ibu kota Burma, Naypyidaw. Sebagai salah satu dari demonstran, ia juga turut melihat polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa yang menolak mundur.
Peti jenazah Mya Thwate Thwate Khaing, remaja yang tewas dalam aksi demo di Myanmar, saat prosesi pemakaman, di Naypyitaw, Myanmar, Minggu (21/2). Foto: Stringer/REUTERS
Polisi sedang melakukan aksinya untuk membubarkan massa dan melukai sejumlah pengunjuk rasa. Saat itu, Mya sedang berdiri di bawah halte bus dan berlindung dari meriam air.
ADVERTISEMENT
Di bawah halte bus itu, Mya tertembak di bagian kepala. Padahal ia menggunakan helm sepeda motor saat terkena peluru.
Mya kemudian dirawat di rumah sakit umum Naypyidaw dan dalam kondisi kritis. Sehari setelah hari ulang tahunnya, pagi hari tanggal 12 Februari, dokter gagal mengeluarkan peluru dari kepalanya dan menyatakan secara medis bahwa otak Mya telah mati.
Dokter menyatakan Mya kehilangan fungsi otak sepenuhnya dan menyarankan keluarganya untuk melepaskan ventilasi yang menopangnya untuk hidup. Akhirnya, keluarganya telah memutuskan untuk melepaskannya dari alat penyokong hidupnya pada 14 Februari.
Pihak rumah sakit kemudian mengkonfirmasi kematian Mya pada Jumat (19/2). Mya dinyatakan meninggal pukul 11.00 waktu setempat.
Jenazah Mya Thwate Thwate Khaing, remaja yang tewas dalam aksi demo di Myanmar, saat pemakamannya di Naypyitaw, Myanmar, Minggu (21/2). Foto: Stringer/REUTERS
Kematian Mya Thwe Thwe Khaing memicu kemarahan publik dari berbagai kalangan. Termasuk tokoh masyarakat hingga selebriti yang mengkritik perlakuan pemerintah militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
Usai kematiannya, para pengunjuk rasa membentangkan papan reklame sepanjang 15 meter di jembatan penyeberangan di pusat Kota Yangon. Papan itu menggambarkan penembakan Mya.
Amerika Serikat bahkan mengancam akan melakukan tindakan tegas terhadap pemerintah Myanmar yang melakukan kekerasan kepada warganya.