news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Myanmar Tolak Hasil Penyelidikan PBB soal Pembantaian Rohingya

29 Agustus 2018 13:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Voting Majelis Dewan Keamanan PBB (Foto: AFP/Don EMMERT )
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Voting Majelis Dewan Keamanan PBB (Foto: AFP/Don EMMERT )
ADVERTISEMENT
Pemerintah Myanmar menolak laporan hasil penyelidikan Dewan HAM PBB soal pembantaian Rohingya oleh tentara di Rakhine. Dalam laporan tersebut, PBB menyebutkan pembantaian skala besar dan sistematis dengan niatan genosida oleh tentara Myanmar terhadap Rohingya.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan PBB yang dirilis awal pekan ini, 10 ribu orang Rohinya tewas dibantai di Rakhine, lebih dari 720 ribu mengungsi. Dalam laporan disebutkan, penyidik PBB menemukan fakta soal kekejian tentara Myanmar, termasuk pemerkosaan massal terhadap para wanita Rohingya.
Dalam rapat Dewan Keamanan PBB pada Selasa malam waktu New York (28/8), beberapa negara termasuk Amerika Serikat mendesak para pemimpin militer Myanmar menghadapi persidangan internasional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari penyidik Dewan HAM PBB.
Namun Myamnar para Rabu (29/8) menolak laporan PBB tersebut. Menurut Myanmar temuan tersebut tidak sah dan mereka tidak akan mematuhi rekomendasi.
"Kami tidak mengizinkan FFM (Misi Pencari Fakta PBB) memasuki Myanmar, itulah mengapa kami tidak setuju dan tidak menerima resolusi oleh Dewan HAM," kata juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay, diberitakan AFP.
Kondisi terkini para pengungsi di Rohingya. (Foto: REUTERS/Jorge Silva)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi terkini para pengungsi di Rohingya. (Foto: REUTERS/Jorge Silva)
Sejak pembantaian Rohingya berlangsung pada Agustus 2017, Myanmar menutup pintu Rakhine bagi penyelidik internasional, termasuk bagi para jurnalis. Hasil laporan biasanya diperoleh dari kesaksian korban di pengungsian dan beberapa bukti nyata seperti hasil visum.
ADVERTISEMENT
Laporan PBB dihimpun setelah dilakukan penyelidikan dan interogasi korban antara September 2017 hingga Juli 2018 di Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Inggris. Tim Penyidik yang dipimpin Marzuki Darusman ini juga melakukan konsultasi dengan 250 organisasi pemerintah, non-pemerintahan, peneliti, dan diplomat.
Menurut Htay, pemerintah Myanmar telah membentuk Komisi Penyidik Independen sendiri yang dimaksudnya untuk merespons "tuduhan palsu oleh badan PBB dan komunitas internasional lainnya."
Namun banyak yang menyangsikan tim penyidik bentukan Myanmar ini. Pasalnya hingga saat ini Myanmar tidak memperbolehkan penyidik internasional untuk melakukan kroscek ke lokasi kejadian.