Nadiem: Ada 22,4% Potensi Insiden Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah

12 April 2022 16:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: dok. kemdikbud.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: dok. kemdikbud.go.id
ADVERTISEMENT
Mendikbudristek Nadiem Makarim memaparkan hasil survei karakter yang dilakukan Kemendikbud dalam asesmen nasional untuk melakukan evaluasi sekolah.
ADVERTISEMENT
Survei tersebut melibatkan 260 ribu sekolah di Indonesia di level SD/Madrasah hingga SMA/SMK. Ada 6,5 juta peserta didik dan 3,1 juta guru yang dilibatkan dalam survei tersebut.
Nadiem menyebutkan, ada 22,4 persen potensi insiden kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Sementara 24,4 persen berpotensi mengalami insidensi perundungan.
"Jadi ini adalah suatu assesment historis 260 ribu sekolah di Indonesia, ada 3,1 juta guru dan 6,5 juta peserta didik. Hasilnya, 22,4 persen peserta didik kita berpotensi mengalami insiden kekerasan seksual dalam definisi kekerasan seksual cukup lebar," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V di Gedung DPR, Selasa (12/4).
Ia menjelaskan, sekolah-sekolah dengan guru yang memiliki pemahaman, kebijakan dan program pencegahan kekerasan seksual cenderung kecil level insidensinya.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, sekolah yang tidak membicarakan isu kekerasan seksual dan tidak memiliki program mitigasi apa pun, memiliki level insidensi yang lebih tinggi.
Hasil survei untuk rapor pendidikan 260 ribu sekolah di Indonesia oleh Kemdikbud. Foto: Kemdikbudristek
Hasil survei untuk rapor pendidikan 260 ribu sekolah di Indonesia oleh Kemdikbud. Foto: Kemdikbudristek
Hasil survei untuk rapor pendidikan 260 ribu sekolah di Indonesia oleh Kemdikbud. Foto: Kemdikbudristek
"Jadi, faktor penting, kalau tidak dibahas di sekolah, pemahaman gurunya tidak baik, tidak ada kebijakan atau program risiko, insidensinya tinggi," jelas Nadiem.
Sementara itu, untuk survei karakter terkait perundungan atau bullying. Nadiem menyebut ada 24,4 persen peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan.
"Ini angka yang sangat besar. Menariknya, ada korelasi negatif antara (sekolah) punya program perundungan dengan insidensi perundungan yang terjadi," ungkapnya.
Dari hasil survei karakter itu, sekolah-sekolah yang membicarakan perundungan dan memiliki kebijakannya juga memiliki level insidensi perundungan jauh lebih kecil.
"Sekarang kita lihat sangat jelas ada korelasi antara punya program mitigasi dan tidak, kita akan lihat data ini sebagai insight untuk strategi ke depan. Bagaimana memitigasi isu daripada kekerasan seksual dan perundungan ini," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Selain terkait perundungan dan kekerasan seksual, survei dilakukan untuk mengetahui aspek kebinekaan peserta didik.
Kebinekaan ini meliputi sikap inklusif, komitmen kebangsaan, kesetaraan agama dan budaya. Hasilnya, ada 32 persen peserta didik yang memenuhi aspek kebinekaan, 60 persen masih berkembang dan 10 persen membutuhkan atensi khusus.
Hasil survei tersebut akan diberikan kepada setiap sekolah dalam sebuah rapor pendidikan.
Nadiem menambahkan, selanjutnya yang dilakukan Kemdikbud adalah memberikan fasilitas dengan perencanaan pendidikan berbasis data tersebut.
Kemdikbud juga akan membentuk call center atau pusat bantuan untuk menjawab pertanyaan terkait laporan ini kepada sekolah.
"Kita memimpin bimbingan teknis dan pendampingan perencanaan ini, kami memberikan dukungan materi. Ini bukan laporan untuk menghukum atau ranking, tapi refleksi membenahi isu yang ada," tandasnya.
ADVERTISEMENT