Naftali Bennett, Calon PM Baru Israel yang Bisa Jadi Mimpi Buruk Palestina

2 Juni 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Naftali Bennett. Foto: Yonatan Sindel/Pool via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Naftali Bennett. Foto: Yonatan Sindel/Pool via REUTERS
ADVERTISEMENT
Masa pemerintahan Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel tampaknya akan segera terbenam. Netanyahu disebut-sebut akan dilengserkan oleh politikus muda Naftali Bennett.
ADVERTISEMENT
Naftali Bennett (49) adalah seorang miliuner dan politikus yang pernah menduduki sejumlah jabatan menteri di pemerintahan Netanyahu. Terakhir kali Bennet mengisi salah satu posisi paling strategis di Israel, yaitu Menteri Pertahanan.
Selain dikenal sebagai pengusuha dan politikus, Bennett yang lahir di Kota Haifa, merupakan penganut Yahudi Ortodoks.
Naftali Bennett. Foto: Yonatan Sindel/Pool via REUTERS
Orang tua Bennett adalah imigran asal Amerika Serikat, tepatnya dari Kota San Fransisco, California. Sama seperti Netanyahu, Bennett fasih berbahasa Inggris dan sempat menghabiskan masa kecilnya di negeri Paman Sam.
Pria lulusan Hebrew University, Yerusalem, ini pernah membangun perusahaan start-up yang beroperasi di bidang teknologi. Ia memutuskan untuk menjual perusahaan miliknya, Cyota, ke perusahaan yang bergerak di bidang keamanan milik AS pada 1999 lalu.

Politikus Kontroversial

Di samping dikenal lantaran ulung berbisnis, Bennett populer lantaran pernyataannya yang kontroversial soal Palestina. Pada 2015 lalu, Bennett menyatakan bahwa prospek merdeka dan berdirinya Palestina sebagai sebuah negara merupakan tindakan “bunuh diri” bagi Israel.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pada 2013, Bennett menyatakan bahwa “para teroris Palestina seharusnya dibunuh, bukan dibebaskan.”
Ketika ia menjalani masa wajib militer, Bennett menjabat di unit komando elite. Pada 1996, ketika ia ditugaskan di wilayah selatan negara Lebanon, ia dan unitnya terpojok dan tertahan di sebuah perdesaan bernama Kafr Qana.
Ketika ia dan unitnya berupaya untuk mundur dari medan, serangan dari artileri milik militer Israel membunuh hingga 102 warga sipil Lebanon yang tengah mengungsi di pengungsian milik PBB. Insiden tersebut dikenal sebagai Pembantaian Qana.
Keamanan Israel berdiri dalam posisi selama bentrokan dengan orang-orang Palestina di kompleks yang menampung Masjid Al-Aqsa, di Kota Tua Yerusalem, Jumat (21/5). Foto: Ammar Awad/REUTERS

Kebijakan dan Cita-cita Pendudukan Bennett

Bennett merupakan “mimpi buruk” bagi warga Palestina. Salah satu agenda politik yang sudah menjadi cita-citanya adalah melakukan aneksasi Tepi Barat (West Bank) yang dihuni oleh 2,7 juta warga Palestina.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, pemerintahan Netanyahu pada tahun lalu terus berupaya melakukan aneksasi dan pendudukan di Tepi Barat, seiring dengan akhir masa jabatan Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Rencana aneksasi itu akhirnya dibatalkan ketika Israel meresmikan hubungan diplomasi dengan Uni Emirat Arab pada tahun 2020.
Jika Bennett naik, harapan warga Palestina dalam negosiasi perdamaian dan mencapai kemerdekaan terancam terkubur hidup-hidup.
Meski begitu, ide aneksasi yang dicanangkan oleh Bennett berpotensi ditentang keras oleh Presiden AS, Joe Biden, dan sekutu-sekutu baru Israel di Teluk Arab.
Dikutip dari The Washington Post, Bennett juga menunjukkan dukungannya terhadap peningkatan kendali Yahudi atas kompleks Bukit Bait Suci (Temple Mount)--dikenal oleh umat Islam sebagai Al-Haram As-Syarif, Tanah Suci yang Mulia, atau kompleks Masjid Al-Aqsa.
ADVERTISEMENT
****
Saksikan video menarik berikut ini: