Nama Soeharto di Tap MPR tentang KKN Dihapus karena Sudah Meninggal

25 September 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana rapat paripurna penutupan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2024).  Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana rapat paripurna penutupan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MPR menghapus nama mantan Presiden Soeharto di Ketetapan (Tap) MPR Nomor XI/MPR/1998. Alasannya, Soeharto sudah meninggal pada 27 Januari 2008.
ADVERTISEMENT
Nama resmi Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 itu sebenarnya adalah: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Namun, Tap ini dikenal juga sebagai Tap tentang Soeharto karena Pasal 4 menyebut secara eksplisit nama penguasa Orde Baru yang diturunkan lewat people power pada 1998 itu.
"[Tap MPR] tidak dicabut. Jadi [nama Soeharto] dinyatakan tidak berlaku karena dianggap sudah dilaksanakan. Yang bersangkutan [Soeharto] sudah meninggal," kata Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
Presiden ke-2 Soeharto bersama tiga putri dan dua cucunya saat tiba di Jerman, pada 8 Juli 1996. Foto: HOLGER HOLLEMANN / AFP
Muzani mengatakan, putusan dalam sidang MPR hari ini yang juga merupakan sidang MPR terakhir periode 2019-2024, bukan berarti mencabut Tap MPR tentang Soeharto itu. Tapi, sudah tidak berlaku lagi.
"Tidak (dicabut), tapi dinyatakan tidak berlaku. Diktum itu penting untuk pemulihan nama baik. Sebagaimana Bung Karno kan juga sama, Tap MPR tetap, tapi dinyatakan tidak berlaku," tambah politikus Gerindra ini.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (18/4/2024). Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
Dalam sidang paripurna MPR, Fraksi Partai Golkar mengusulkan Tap MPR itu, khususnya Pasal 4, dicabut. Usulan jadi perhatian MPR.
ADVERTISEMENT
Terkait usulan itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menjelaskan: "Berdasarkan putusan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD tanggal 23 September 2024, pimpinan MPR bersepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di mana status hukum Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR Nomor I/MPR/2003."
"Namun terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut secara diri pribadi Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," ucap Bamsoet yang juga politikus Golkar ini.
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam pembukaan acara Sidang Tahunan MPR 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Berikut isi Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 yang berkaitan dengan Soeharto:
Pasal 1
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Kepresidenan dan Lembagalembaga Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945
ADVERTISEMENT
Pasal 2
(1) Penyelenggara negara pada Lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pasal 3
(1) Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
(2) Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
(3) Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.
Pasal 4
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.
Pasal 5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 6
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Tap yang muncul menyusul kemarahan rakyat atas praktik KKN di kalangan penguasa ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1998.
Tap diteken oleh Ketua MPR kala itu, Harmoko, dan lima wakil ketua: Hari Sabarno, Abdul Gafur, Ismail Hasan Metareum, Fatimah Achmad, dan Peodjono Pranyoto.
ADVERTISEMENT