Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Napi Korupsi e-KTP, Irman, Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin
16 September 2022 11:17 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, Irman Zahir, bebas bersyarat dan telah keluar dari Lapas Sukamiskin Bandung pada Jumat (16/9). Irman ialah terpidana kasus korupsi e-KTP .
ADVERTISEMENT
"Hari ini yang bersangkutan bebas bersyarat, kita terima dari Lapas Sukamiskin," kata Koordinator Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung Budiana ketika dikonfirmasi.
Usai bebas bersyarat, Irman tetap harus menjalani proses pembimbingan di Bapas Jakarta Timur Utara. Ia pun harus menjalani wajib lapor sebanyak satu kali setiap bulannya hingga tanggal 29 Juli 2027 mendatang.
"Yang bersangkutan wajib lapor setiap bulan satu kali," ucap dia.
Selain itu, sambung Budiana, Irman juga harus mengikuti program pembimbingan yang diadakan Bapas. Menurut dia, selama menjalani program pembimbingan, Irman diperkenankan untuk keluar negeri asalkan ada izin dari Menteri Hukum dan HAM.
"Keluar negeri boleh tapi harus sesuai dengan izin dari bapak Kemenkumham," tandas dia.
Secara terpisah, Irman mengaku senang bisa bebas lebih awal berkat adanya Pembebasan Bersyarat. Terlebih remisi total 2,5 tahun. Sehingga ia bisa bebas 6,5 tahun lebih awal.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah dengan adanya Undang-undang saya dapat PB atau bebas bersyarat mulai hari ini," kata Irman.
"Remisi dapat 2,5 tahun terus potongan PB 4 tahun, berarti dapat potongan 6,5 tahun," sambungnya.
Ia mengaku belum punya rencana kegiatan usai bebas tersebut. Menurut Irman, ia hanya ingin bertemu dengan cucunya.
"Saya sudah 65 tahun, ngurusi cucu aja," ujar dia.
Irman ialah pihak yang pertama dijerat KPK dalam kasus korupsi e-KTP ini. Ia dijerat bersama dengan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto. Kedua dinilai terlibat korupsi yang membuat negara rugi hingga Rp 2,3 triliun.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis selama 7 tahun penjara bagi Irman dan 5 tahun penjara bagi Sugiharto. Vonis tersebut telah sesuai tuntutan jaksa KPK.
ADVERTISEMENT
Putusan itu juga mewajibkan Irman membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta yang sudah dikembalikan. Jika tidak, diganti 2 tahun bui. Sementara Sugiharto harus membayar USD 50 ribu dikurangi pengembalian USD 30 ribu dan satu unit Honda Jazz senilai Rp 150 juta. Jika tidak, dipenjara 1 tahun.
Namun jaksa KPK menyatakan banding, lantaran terdapat nama-nama penting yang belum ada dalam putusan tersebut. Selain itu, vonis uang pengganti juga belum sesuai permintaan jaksa.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permintaan jaksa KPK dengan memperberat uang pengganti. Irman wajib membayar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar, dikurangi USD 300 ribu subsider 2 tahun bui. Adapun Sugiharto harus membayar USD 450 ribu dan Rp 460 juta, dikurangi USD 430 ribu dan sebuah mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK, subsider 1 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Masih tak puas, KPK kembali mengajukan kasasi ke MA. KPK menyatakan upaya kasasi untuk memperjuangkan status JC Irman dan Sugiharto yang ditolak hakim di tingkat pertama dan banding.
Di tangan Hakim Agung Artidjo Alkostar, hukuman keduanya justru jauh lebih tinggi dan melebihi tuntutan jaksa KPK. Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 15 tahun penjara. Keduanya juga dihukum denda masing-masing Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.
Ancaman pidana apabila uang pengganti tak dibayar juga naik menjadi 5 tahun penjara untuk Irman dan 2 tahun untuk Sugiharto. Alhasil keduanya mengajukan PK dengan berharap putusan hukuman yang lebih ringan.
Belakangan, PK keduanya dikabulkan. Alhasil hukuman mereka pun dipotong. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Sementara Sugiharto dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 10 tahun bui.
Kasus e-KTP ini menjerat sejumlah tokoh. Termasuk salah satunya ialah mantan Ketua DPR sekaligus eks Ketum Golkar Setya Novanto.
ADVERTISEMENT
Setnov dihukum 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta. Selain itu, hakim juga mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta USD atau Rp 101,47 miliar (kurs 1 USD = Rp 13.900) dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan ke KPK.