Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Napoleon di Sidang Pleidoi: Minta Bebas; Bantah Minta Satu Sel dengan Sambo
26 Agustus 2022 8:25 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus penganiayaan terhadap Muhammad Kace di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Napoleon Bonaparte didakwa menganiaya M. Kece di Rutan Bareskrim Polri. Penganiayaan itu termasuk melumuri wajah Kece dengan kotoran manusia atau tinja.
Dalam dakwaan, perbuatan Napoleon Bonaparte dilakukan bersama-sama dengan sejumlah orang lainnya, termasuk Harmeniko alias Choky alias Pak RT dan Himawan Prasetyo yang disidang terpisah. Peristiwa terjadi pada 26 Agustus 2021 di Rutan Bareskrim Polri.
Akibat perbuatannya itu, JPU menuntut Irjen Pol satu tahun penjara. Dia dinilai terbukti melakukan penganiayaan dengan melumuri tinja manusia ke Muhammad Kece.
JPU meyakini Napoleon melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan. Napoleon diyakini ikut serta melakukan penganiayaan dengan melakukan perbuatan tidak enak, dalam hal ini melumuri M Kece dengan tinja.
Dalam pleidoinya, Napoleon meminta agar hakim dapat mengabulkan permintaannya untuk bebas dari segala dakwaan atau tuntutan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum.
ADVERTISEMENT
"Menolak seluruh isi surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. [meminta hakim] Menjatuhkan putusan bebas karena terdakwa [Napoleon] tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana pasal-pasal dalam surat dakwaan dan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” ujar Napoleon.
”Atau setidaknya menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag) terhadap terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte,” sambungnya.
Berdasarkan uraian nota pembelaan yang disampaikannya, Napoleon juga berpendapat bahwa pasal 351 ayat (1) dan pasal 351 ayat (1) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepadanya, dinilai sebagai sebuah kekeliruan.
”Surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut keliru atau tidak tepat dan tidak memenuhi syarat objektif maupun syarat subjektif untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte,” ucap Napoleon.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sampai di situ, Napoleon juga menyayangkan sikap JPU terkait tuntutan 1 tahun yang diterimanya. Dalam surat tuntutannya, JPU telah mempertimbangkan dampak psikologis berkepanjangan yang mungkin diderita oleh saksi Kosman alias Kece akibat dilumuri tinja di wajahnya.
Akan tetapi, kata Napoleon, JPU justru mengesampingkan penderitaan psikologis yang dialami oleh umat Islam akibat ulah M. Kece.
”Jaksa Penuntut Umum secara nyata justru telah mengabaikan penderitaan psikologis yang dialami oleh semua umat Islam akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh saksi Kosman alias Kece yang telah terbukti menista Al-Qur'an, Nabi Muhammad SAW dan akidah Islam,” ungkap Napoleon.
”Apakah Jaksa Penuntut Umum kurang memahami bahwa mendakwa dan menuntut hukuman pidana kepada terdakwa dalam perkara ini hanya akan membuat para pembenci agama Islam semakin meraja-lela untuk melakukan aksinya di masa mendatang, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa pendeta Nasrani seperti Syaifudin Ibrahim, Paul Zhang, dan para apologet Kristen lain di media masa sampai hari ini? Dan akhirnya, apakah Jaksa Penuntut Umum kurang menyadari bahwa mendakwa dan menuntut hukuman pidana terhadap terdakwa dalam perkara ini justru akan semakin membangkitkan semangat atau ghirah umat Islam yang mayoritas di negeri ini untuk bertindak secara masif terhadap simbol-simbol umat agama lain yang menista akidah Islam?” jelas dia.
Karenanya, Napoleon sangat berharap majelis hakim dapat berpikir jernih dalam memutus perkaranya ini. Tentunya juga dengan mempertimbangkan nota pembelaan yang ia sampaikan.
ADVERTISEMENT
”Kami sangat mengharapkan putusan Yang Mulia Majelis Hakim yang tidak hanya menjadi corong Undang-Undang, namun juga dapat menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan bagi pemeluk umat Islam di Indonesia yang sudah sekian lama terdzalimi oleh ratusan konten saksi Kosman alias Kece di media sosial,” kata Napoleon.
Irjen Napoleon Bantah Minta Satu Sel Bareng Sambo
Napoleon Bonaparte buka suara perihal isu yang mengatakan bahwa dirinya ingin menempati sel yang sama dengan Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Saat ini dia ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Ia membantah soal keinginan satu sel dengan Sambo sebagaimana isu yang sempat beredar luas di media sosial. Dia merasa tak pernah menyampaikan itu.
Hanya saja, Napoleon mengaku tak keberatan jika nantinya harus berbagi sel dengan Sambo. Napoleon bahkan mengaku siap untuk merawat Sambo.
ADVERTISEMENT
”Kapan saya pernah ngomong itu ah. Bukan saya [yang] menentukan untuk satu sel yang itu, ya masa saya bisa tolak. Kalau ya terpaksa satu sel ya saya openi [rawat] dengan baik,” ujar Napoleon.
Ketimbang satu sel dengan Sambo, Napoleon berharap dirinya dapat berada di sel yang sama dengan sosok pendeta Saifuddin, atau Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses.
Irjen Napoleon Ingin Satu Sel dengan Pendeta Saifuddin
ADVERTISEMENT
Napoleon Bonaparte mengungkapkan keinginan untuk dapat ditempatkan dalam satu sel yang sama dengan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian dan penistaan agama Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses.
Hal itu setelah dirinya memperoleh informasi bahwa visa yang dimiliki Saifuddin saat ini masa berlakunya telah habis. Kondisi tersebut mau tidak mau mengharuskannya untuk pulang ke Indonesia untuk memperpanjang.
ADVERTISEMENT
”Anda pernah menemukan tidak bahwa saya pernah mengucapkan itu [soal ingin satu sel dengan Ferdy Sambo]? Kalau Saifuddin Ibrahim, iya, memang saya tunggu dan saya siapkan martabak pakai telur," kata Napoleon.
"Karena saya dengar besok hari Jumat dia akan diperiksa di Custom US karena visanya sudah habis mudah-mudahan bisa dipulangkan ke sinilah," ujar Napoleon.
Nama Saifuddin menuai sorotan beberapa waktu lalu. Penyebabnya adalah pernyataannya yang kontroversial karena meminta Menteri Agama Gus Yaqut menghapus 300 ayat Al-Quran yang dinilainya memicu hidup intoleran. Kasusnya naik penyidikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) pun telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri terkait kasus Saifuddin Ibrahim. SPDP tersebut diterima oleh Kejagung pada 28 Maret 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
amun demikian, hingga saat ini Saifuddin belum diproses hukum lebih lanjut. Sebab diduga dia tengah berada di luar negeri.
Adapun dalam pernyataannya, selain soal Al-Quran, Saifuddin Ibrahim juga meminta agar kurikulum sekolah Islam mulai dari tingkat madrasah tsanawiyah, aliyah, hingga perguruan tinggi dirombak karena dinilai tidak benar.
Saifuddin dikenal sebagai pendeta. Penelusuran kumparan, dia pernah mengontrak satu rumah bersama istri dan anak-anaknya di Gang Jamblang, RT 01/04 Kelurahan Buaran Indah, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.