Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
![Ketua DPP NasDem Bidang Hukum, Advokasi dan HAM, Taufik Basari. Foto: Dok. NasDem](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1553305416/otvezkinlqtf9y8rb2na.jpg)
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR menyebut peristiwa tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Landasannya, sudah ada keputusan rapat paripurna DPR Juli Tahun 2001.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III Fraksi NasDem Taufik Basari (Tobas) menyayangkan kesimpulan tersebut. Sebab seolah tidak akan ada pertanggungjawaban atas total korban 29 tewas sipil dan mahasiswa saat demonstrasi di dua peristiwa berbeda tahun 1998 dan 1999.
"Ini kan problem yang tidak boleh menggantung kita harus cari jalan keluarnya. Kalau dibiarkan begini saja Jaksa Agung menyatakan ini bukan pelanggaran HAM berdasarkan keputusan politik DPR 1999-2004, maka akhirnya kita akan sulit untuk mendorong penuntasan tragedi Semanggi I dan II," kata Tobas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1).
"Oleh karena itu harus dicari solusinya, saya tidak ingin ini terus-menerus menggantung saja," tambahnya.
Tobas mengurai, alasan DPR 1999-2004 menyimpulkan tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat karena UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, mendefinisikan pelanggaran HAM pada International Criminal Court (ICC).
ADVERTISEMENT
Di ICC pelanggaran HAM berat adalah agresi dan kejahatan perang. Padahal, di Indonesia pelanggaran HAM masa lalu konteksnya tidak seketat itu, dan terkait keadilan transaksional. Yaitu rezim lama meninggalkan utang pada rezim baru.
Jika negara tidak menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, maka bisa mengarah pada impunitas alias kejahatan yang terjadi yang melibatkan negara yang tidak ada proses hukumnya.
"Sebuah negara yang tidak mampu menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalunya itu dianggap gagal untuk memenuhi kewajibannya" ucap Ketua DPP Partai NasDem itu.
Tobas yang mantan aktivis HAM itu mengatakan, jika dasar Jaksa Agung adalah keputusan politik DPR 1999-2000, maka harusnya masih bisa didiskusikan sesuai kebutuhan saat ini.
"Namanya politik menurut saya masih bisa kita diskusikan ya untuk melihat konteks yang lebih besar, apalagi lebih luas lagi bagaimana menyelesaikan kewajiban negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu masih menjadi PR negara," ujar mantan pengacara itu.
ADVERTISEMENT
"Harus kita bicarakan bersama pemerintah, DPR, Komnas HAM, dan para keluarga korban, bagaimana mencari jalan keluar dari ini," pungkasnya.
Sebelumnya, ST Burhanuddin dalam paparan terkait penyelesaian kasus HAM, pihaknya masih terus berupaya. Namun, khusus untuk tragedi Semanggi I dan II dia mengatakan tak dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Kamis (16/1).