Nasib Nurul Ghufron Usai Divonis Langgar Etik

7 September 2024 8:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditemui wartawan usai sidang putusan etik di Kantor Dewas KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditemui wartawan usai sidang putusan etik di Kantor Dewas KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, Dewas KPK menilai Ghufron mempergunakan pengaruhnya sebagai Pimpinan KPK.
Perbuatan yang dimaksud adalah terkait permintaan bantuan dari Ghufron kepada Kasdi Subagyono selaku Plt. Irjen dan Sekjen Kementan.
Ghurfon meminta Kasdi memutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian Jakarta ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang.
Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron.
"Mengadili menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan amar putusan, Jumat (6/9).
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," sambungnya.
ADVERTISEMENT
"Dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan," kata Tumpak.

Dewas KPK Ungkap Alasan Jatuhkan Sanksi Teguran Tertulis untuk Nurul Ghufron

Sidang putusan perkara etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) di Gedung ACLC KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, menyebut bahwa Ghufron terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021, yakni menyalahgunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.
"Tentang sanksi yang kami jatuhkan, sesuai dengan pelanggaran ini, terbukti. [Melanggar] Pasal 4 ayat 2 huruf b. Ya, menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," ujar Tumpak dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (6/9).
Tumpak juga menjelaskan alasan Dewas KPK menjatuhkan sanksi sedang kepada Ghufron. Hal itu terkait dengan dampak yang ditimbulkan akibat perbuatan Ghufron.
ADVERTISEMENT
"Sanksinya kita jatuhkan sanksi sedang. Secara musyawarah, kami berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan baru terbatas kepada dampak negatif bagi KPK, menurunkan citra KPK," kata dia.
Menurutnya, perbuatan Ghufron belum sampai ke tingkat hingga merugikan pemerintah.
"Karena berat ringannya sanksi itu tergantung daripada dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dampaknya masih terbatas kepada menurunnya citra institusi KPK. Belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah," jelasnya.
"Sehingga, tidak bisa dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman sanksi sedang," pungkas Tumpak.

Nurul Ghufron Tetap Optimistis Lolos Seleksi Capim KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Usai diputus terbukti melanggar etik, Ghufron tetap optimistis lolos dalam seleksi calon pimpinan (Capim) KPK.
Adapun Ghufron saat ini juga tengah mengikuti proses seleksi Capim KPK. Ia merupakan salah satu dari 40 Capim yang saat ini telah selesai mengikuti seleksi hingga tahapan profile assessment.
ADVERTISEMENT
"Oh confident? Karena urusan pribadi saya, tentu saya tetap confident," ujar Ghufron saat ditemui usai sidang putusan etik di Dewas KPK, Jumat (6/9).
Akan tetapi, ia juga sepenuhnya menyerahkan proses seleksi kepada Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.
"Saya pasrahkan kepada Pansel saja. Jadi, saya tidak dalam kewenangan untuk menjawab. Biar Pansel secara otoritatifnya mempertimbangkan sendiri," jelasnya.
Ghufron menekankan bahwa dirinya harus menghormati independensi Pansel dalam proses seleksi Capim KPK yang tengah berjalan saat ini.

Ghufron Harus Didiskualifikasi dari Capim KPK

Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menilai dengan sanksi tersebut maka Ghufron harus didiskualifikasi dari pencalonan pimpinan KPK.
"Dengan adanya putusan etik yang menyatakan bahwa Nurul Ghufron telah melanggar kode etik, harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron," kata Praswad dalam keterangannya, Jumat (6/9).
ADVERTISEMENT
Ghufron saat ini tengah mengikuti proses seleksi Capim KPK. Ia merupakan salah satu dari 40 Capim yang saat ini telah selesai mengikuti seleksi hingga tahapan profile assessment.
"Dasar putusan etik ini menjadi bukti tidak terbantahkan untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Capim KPK. Putusan etik ini mengungkap fakta-fakta penting termasuk tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan pada saat KPK menangani kasus SYL," tutur Praswad.
Mantan penyidik KPK itu menilai jika Ghufron diloloskan maka proses seleksi menjadi percuma, sebab dengan mempertahankan Ghufron akan membuat masyarakat menilai proses seleksi memang hanya untuk formalitas.
"Sosok Capim KPK yang melanggar etik (bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK) niscaya ke depannya akan menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik pula," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Praswad mengatakan hasil sidang etik Dewas KPK bisa menjadi dasar untuk penyelidikan atau penyidikan hukum lebih lanjut kepada Ghufron. Sebab ada hubungan yang terjadi dengan pihak berperkara pada proses penyidikan.
"Artinya putusan etik ini menjadi bukti permulaan proses penyelidikan yang harus dilakukan. KPK, Kepolisian dan bahkan Kejaksaan Agung harus segera memulai proses penyelidikan dan penyidikan pada kasus ini," ucap Praswad.
"Dan jika proses penegakan hukum dimulai, maka Nurul Ghufron akan tersandera dengan potensi pidana, sehingga menjadi mustahil bagi dirinya memimpin KPK dengan independen di masa yang akan datang," ujarnya.