news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Nasib RUU PKS Menunggu RUU KUHP

2 Juli 2020 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas. Foto: Ricad Saka/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas. Foto: Ricad Saka/kumparan
ADVERTISEMENT
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) resmi dicabut dari prolegnas prioritas tahun 2020, dan bisa masuk di prolegnas 2021. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, menyebut RUU itu bisa dibahas setelah RUU KUHP selesai dibahas.
ADVERTISEMENT
"Kita berharap nanti setelah RUU KUHP diselesaikan antara pemerintah dan Komisi III, maka RUU Kekerasan Seksual ini akan kita masukkan lagi dalam program legislasi nasional," kata Supratman saat memimpin rapat Evaluasi Prolegnas prioritas 2020, Kamis (2/7).
Anggota Baleg F-Golkar Nurul Arifin menyebut RUU PKS sangat penting sehingga dia berharap bisa dibahas saat ini ataupun untuk prolegnas prioritas yang akan datang.
"Kami mendengar sejak kemarin dari Komisi VIII dalam hal ini kami tetap mendukung untuk dibahas RUU PKS ini dalam masa sekarang ataupun yang berikutnya. Karena Kami merasa ruu ini cukup penting bagi kami yang perempuan ini dan jika RUU ini tidak berdiri sendiri apakah dikaitkan di mana begitu, tapi yang penting substansinya ini akan di masukkan kepada RUU yang akan datang, utamanya yang ada di PKS tersebut," kata Nurul.
Spanduk tolak RUU KPK dan RUU PKS di depan Gedung DPR, Jum'at (20/9/2019). Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Merespons Nurul, Supratman menyebut, nantinya RUU PKS bisa diusulkan agar masuk di Prolegnas Prioritas tahun 2021.
ADVERTISEMENT
"RUU PKS akan kita lanjutkan di Prioritas yang akan datang, oktober," kata Supratman.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR menilai pembahasan RUU PKS dinilai sulit, sehingga Komisi VIII hanya mengusulkan dua RUU untuk prioritas tahun ini yaitu: RUU penanggulangan bencana dan RUU Kesejahteraan Lansia.
Sejak awal RUU PKS dinilai mendesak sebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Aktivis perempuan menilai RUU itu genting mengingat keberpihakan pada perempuan cenderung rendah dalam beberapa kasus. Contoh teranyar adalah kasus Baiq Nuril. Namun, kini DPR memilih mengeluarkannya dari Prolegnas prioritas tahun 2020.