Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Slamet Suradio adalah satu dari beberapa orang yang dianggap bertanggung jawab dalam insiden nahas Tragedi Bintaro yang terjadi 19 Oktober 1987. Slamet yang merupakan masinis KA 225 jurusan Rangkasbitung-Tanah Abang tersebut ditetapkan bersalah oleh pengadilan, karena dianggap lalai hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa dalam tragedi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran 1939 itu dinyatakan bersalah dan dihukum 5 tahun penjara. Slamet menjalani hukumannya di Lapas Cipinang , dan bebas pada tahun 1993.
Namun kehidupan tak lagi mudah bagi Slamet setelah ia keluar dari penjara. Ia sempat hanya apel di kantornya karena sudah dibebastugaskan. Namu tahun 1994, ia dipecat dari jabatannya sebagai masinis. Bahkan Nomor Induk Pegawai Perkeretaapiannya, 120035237, dicabut pada 1996 oleh Departemen Perhubungan Indonesia. Ia pun tidak mendapat uang pensiun.
Setelah dipecat, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Saat ini, ia menyambung hidup dengan berjualan rokok di dekat Stasiun Kutoarjo.
Awal Mula Bencana
Slamet memulai kariernya di PT KAI pada tahun 1964 saat dirinya masih berusia 25 tahun, dan mulai menjadi masinis di tahun 1971. Siapa sangka, pekerjaan yang ia tekuni selama puluhan tahun tersebut mengubah total kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Mengutip wawancara Slamet dengan akun YouTube Kisah Tanah Jawa, pagi tanggal 19 Oktober 1987, Slamet seperti biasa memulai tugasnya sebagai masinis pada pukul 05.10 WIB. Dan sekitar pukul 06.40 WIB, KA 225 yang ia bawa berada di Stasiun Sudimara untuk melanjutkan perjalanan hingga Stasiun Jakarta Kota.
Saat itu, Senin pagi. Masyarakat yang menumpang keretanya sangatlah banyak. Ribuan penumpang yang sudah memenuhi kapasitas kereta banyak yang memilih bergelantungan di lokomotif kereta bahkan hingga atap.
Berbeda dengan tudingan di pengadilan dan laporan akhir PJKA bahwa Slamet memberangkatkan sendiri keretanya tanpa izin. Ia menegaskan bahwa dirinya hanya mengikuti instruksi dari PPKA Stasiun Sudimara menggunakan PTP (surat pemindahan tempat persilangan) lajur kereta.
ADVERTISEMENT
Bahkan Slamet berkali-kali menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah kebohongan besar. Ia juga menegaskan bahwa tak ada hal apa pun yang dikhawatirkan karena ia merasa tak melihat semboyan apa pun yang diterimanya.
Slamet juga meluruskan informasi yang sudah beredar sebelumnya, termasuk dari koran Pembaruan tahun 1987 yang pertama kali membahas Tragedi Bintaro tersebut, yang menulis bahwa dirinya 'melompat' saat kereta akan bertabrakan.
"Kaki saya ngesot-ngesot tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela," ujar Slamet seperti pengakuannya di YouTube Kisah Tanah Jawa, 10 Oktober 2019.
Saat terjadi tabrakan, Slamet tergencet oleh badan lokomotif. Dalam keadaan bersimbah darah, ia diantar seorang wanita dengan mobilnya ke rumah sakit, saat itu PTP masih berada dalam genggamannya.
ADVERTISEMENT
Dalam keadaan PTP yang masih memiliki bekas bercak darah, Slamet berhasil membuktikan kepada hakim di pengadilan bahwa dirinya tergencet dan tidak melompat, dan menuding bahwa orang yang menuliskan berita tersebut adalah 'orang fitnah'.
Tak hanya kehilangan pekerjaan dan menjadi pesakitan, sang istri juga memutuskan untuk meninggalkannya, meski saat itu proses persidangan masih berjalan.
"Ketika saya diputuskan di penjara masih lama, istri saya minta cerai, bagaimana saya mau ceraikan, saya sedang di dalam penjara," ucapnya.
Di usianya yang terbilang senja, Slamet tak memiliki keinginan muluk. Ia hanya ingin haknya diberikan secara adil, karena apa yang terjadi saat insiden tersebut bukanlah kesalahannya.
"Saya nggak mau memberatkan pemerintah, saya mohon hak pensiun saya dikeluarkan, karena sekalipun saya dipenjara kan saya tidak berbuat jahat. Ini kan sepenuhnya musibah," kata Slamet.
ADVERTISEMENT
"Saya mohon pemerintah memberikan hak saya, yaitu sama dengan pegawai negeri lain. Intinya bukan berhenti dipecat, tapi berhenti pensiun. Kan menurut aturan saya itu bekerja hanya untuk memberi nafkah keluarga," tutupnya.