Nasir Djamil: Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Seringkali Jadi Jebakan Batman

14 November 2024 20:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Pasal 2 dan 3 UU Tipikor seringkali menjadi perdebatan karena dipandang rawan menjadi alat kriminalisasi. Anggota Komisi III PKS Nasir Djamil pun mengamini bahwa sering kali keduanya menjadi 'jebakan batman'.
ADVERTISEMENT
Saat ini, beberapa pihak sedang menggugat pasal mengenai korupsi terkait kerugian negara itu ke Mahkamah Konstitusi.
"Diharapkan memang Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi bisa menilai apakah itu layak diterima. Kalau layak diterima lalu disidangkan, lalu dipilih keputusan," kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11).
"Tapi sekali lagi memang bahwa pasal 2 dan 3 itu ya sering sekali menjadi jebakan batman bagi katakanlah penyelenggara negara."
Berikut bunyi kedua pasal tersebut:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
ADVERTISEMENT
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
Menurut Nasir, pembuktiannya nanti tidak akan mudah. Intinya sebenarnya pasal itu dibuat untuk menjaga kehati-hatian.
ADVERTISEMENT
"Jadi setiap harus cermat harus memastikan bahwa tidak ada celah untuk terjadinya tindak pidana korupsi. Kalau pun misalnya ada maka harus ada semacam bukti-bukti bahwa memang dia tidak menerima dan sebagainya," tutur dia.
"Jadi ini yang menurut saya persoalan di daerah atau di lapangan sering sekali tidak ada bukti-bukti otentik. Yang membuktikan bahwa dia tidak menerima aliran dan lain sebagainya," imbuhnya.
Sekilas Gugatan
Sebelumnya, sejumlah pihak yang terdiri dari mantan Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dan mantan Koordinator Tim Environmental Issues Seatlement PT Chevron Kukuh Kertasafari mengajukan permohonan uji materi (judicial review) terhadap UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3.
ADVERTISEMENT
Gugatan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada Senin (23/9). Permohonan itu disampaikan lewat kuasa hukum para Pemohon, yakni Maqdir Ismail, Illian Deta Arta Sari, dan Annissa Ismail. Selain itu, tampak juga mereka didampingi oleh Wakil Ketua KPK 2003-2007 Erry Riyana Hardjapamekas.
Maqdir mengatakan kedua pasal dalam UU Tipikor itu merupakan pasal kunci yang sering digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku korupsi, mengingat cakupannya yang luas dan ancaman hukumannya yang cukup berat.