Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kehadiran kapal Coast Guard China di perairan Natuna Utara jadi pembahasan hangat beberapa hari belakangan ini. Pengamat, sekaligus Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana menyebut, ulah China itu bisa jadi ujian terbaru bagi kabinet baru Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Pelanggaran atas ZEE Indonesia di Natuna Utara oleh Coast Guard China bisa jadi ditujukan untuk menguji muka baru di kabinet Jokowi dan menguji soliditas kabinet," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/1).
Aksi China tersebut juga pernah terjadi pada periode pertama Jokowi menjabat. Saat itu, presiden tegas mengakui sembilan garis putus hingga menggelar rapat diatas Kapal Republik Indonesia (KRI) di perairan Natuna.
Padahal sembilan garis putus itu dijadikan China sebagai dasar untuk meletakkan klaim atas keberadaanya fisiknya di perairan Natuna Utara.
"Ketika itu Presiden tegas tidak mengakui sembilan garis putus, bahkan menggelar rapat di KRI di perairan Natuna Utara. Momentum inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh wajah baru untuk tetap berkomitmen dengan sikap Presiden dan kebijakan luar negeri Indonesia terkait Natuna Utara," kata Hikmahanto.
Ia menyarankan, menteri di kabinet baru Jokowi, mulai dari Menkopolhukam, Menhan, Menteri KKP hingga kepala Bakamla yang baru mengunjungi Natuna bersama dengan KRI yang tengah berlayar. Ini merupakan salah satu bentuk ketegasan dan keseriusan pemerintah menanggapi status Natuna.
ADVERTISEMENT
"Bila bentuk ketegasan seperti ini dilakukan maka pelanggaran oleh Coast Guard China akan menurun. Namun ini tidak berarti klaim China atas Natuna Utara akan pudar," ucap Hikmahanto.
Pemerintah tak perlu takut, bahwa ketegasan akan memutus arus investasi yang kini tengah digenjot di periode kedua Jokowi. Ada beberapa negara, yang memiliki sengketa wilayah, namun juga tak memutus hubungan investasi dua negara.