Nawawi: Perpres Supervisi Tak Kunjung Terbit, Wajar KPK Dianggap Lemah

27 Oktober 2020 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nawawi Pomolango. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nawawi Pomolango. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
UU KPK yang baru, UU 19/2019, sudah setahun berlaku. UU hasil revisi UU 30/2002 itu berlaku sejak 17 Oktober usai DPR mengesahkannya.
ADVERTISEMENT
Namun, aturan pelaksana supervisi KPK yang berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) tak kunjung terbit. Padahal Perpres tersebut diperlukan dalam upaya KPK melakukan supervisi yakni pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap kasus korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menyatakan belum terbitnya Perpres wajar memunculkan pendapat yang menilai kinerja komisi antirasuah melemah.
Ia merujuk pernyataan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang menganggap adanya UU 19/2019 dan belum terbitnya Perpres supervisi membuat KPK semakin lemah.
"Wajar kalau muncul kesimpulan-kesimpulan seperti ini (KPK lemah), karena memang sudah terlalu lama. Setahun lebih UU KPK nomor 19 tahun 2019 berlaku, Perpres supervisi yang diperintahkan dalam Pasal 10 ayat (2) tidak kunjung diterbitkan," ujar Nawawi kepada wartawan, Selasa (27/10).
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/8). Foto: Adam Bariq/ANTARA FOTO
Nawawi bahkan mempertanyakan alasan lambannya penerbitan Perpres supervisi. Padahal di saat yang sama, Kejagung dan Polri mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
"Menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik lambatnya penerbitan Perpres ini. Di saat bersamaan ada momen penanganan perkara Djoko Tjandra baik di Bareskrim maupun di Kejagung," ucapnya.
Diketahui Perpres supervisi merupakan amanat Pasal 10 UU 19/2019 yang berbunyi:
(1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan usai memenuhi undangan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis (2/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Novel pun mengkritisi belum terbitnya Perpres tersebut. Ia menilai penyusunan Perpres supervisi begitu lamban, Tak seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seperti dikebut penyelesaiannya.
ADVERTISEMENT
"Setelah lewat 1 tahun UU KPK yang baru (UU 19/2019) telah disahkan, Perpres supervisi belum juga terbit. Tapi justru PP menjadikan pegawai KPK sebagai ASN yang buru-buru diterbitkan," kata Novel.
Novel menilai belum adanya Perpres supervisi, ditambah dengan UU baru KPK, telah melemahkan kinerja lembaga antirasuah.
"Dengan adanya UU KPK yang baru, dan belum adanya Perpres supervisi maka KPK semakin lemah," tutupnya.