Negara Terancam Tenggelam, Warga Tuvalu Diizinkan Tinggal di Australia

10 November 2023 17:09 WIB
ยท
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasifik Selatan menghantam garis pantai yang berkelok-kelok di Atol Funafuti Tuvalu pada 19 Februari 2004. Foto: Torsten Blackwood/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pasifik Selatan menghantam garis pantai yang berkelok-kelok di Atol Funafuti Tuvalu pada 19 Februari 2004. Foto: Torsten Blackwood/AFP
ADVERTISEMENT
Warga Tuvala akan diberi hak tinggal di Australia. Kesepakatan antar kedua negara diteken pada Jumat (10/11).
ADVERTISEMENT
Tuvalu adalah negara di Pasifik yang paling terancam perubahan iklim. Tuvalu bahkan diprediksi akan tenggelam.
Air pasang membanjiri "lubang pinjaman" yang digali oleh pasukan AS selama Perang Dunia II untuk membangun landasan udara di Atol Funafuti Tuvalu pada tanggal 22 Februari 2004. Foto: Torsten Blackwood/AFP
Penandatanganan kesepakatan dilakukan PM Tuvalu Kausea Natano dengan PM Australia Anthony Albanese. Mereka sepakat seluruh warga Tuvalu berjumlah 11 ribu orang bila negara itu benar-benar tenggelam bisa tinggal ke Australia.
Dari penelitian terbaru dua dari sembilan pulau karang di Tuvalu sudah tenggelam dimakan ombak. Para ilmuwan memprediksi bahwa Tuvalu tenggelam setidaknya pada 80 tahun mendatang.
Natano mengatakan kesepakatan dengan Australia sebuah mercusuar harapan. Bahkan, hatinya tersentuh atas kebaikan Australia.
Menurut pakta tersebut warga Tuvalu diizinkan tinggal, belajar dan bekerja di Australia. Mereka juga mendapat hak pendidikan, kesehatan, pendapat kunci, dan dukungan keluarga setibanya di Australia.
Perairan jernih di sekitar Pulau Tepuka di Atol Funafuti, Tuvalu, pada 22 Februari 2004. Foto: Torsten Blackwood/AFP
Albanese menegaskan, Australia akan terbuka bagi negara lain terancam tenggelam. Bahkan dia sudah menawarkan itu ke negara-negara Pasifik.
ADVERTISEMENT
"Kami terbuka dengan pendekatan ke negara lain terkait bagaimana memperkuat kemitraan," ujar Albanese seperti dikutip dari AFP.
Dia menegaskan bahwa kebijakan ini akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.