Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Nestapa di Balik Serangan Roket Israel ke Gaza: Menewaskan 44 Orang
9 Agustus 2022 6:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
ADVERTISEMENT
Krisis Israel melawan milisi di Gaza kembali pecah pada pekan lalu. Eskalasi konflik terburuk usai serangan sebelas hari pada 2021, kini melibatkan Israel melawan Gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ).
ADVERTISEMENT
Pertempuran tersebut bermula ketika Israel menangkap seorang komandan PIJ, Bassam al-Saadi. Mengeklaim adanya risiko pembalasan, pasukan Israel kemudian kembali menyerang PIJ.
Serangan itu menewaskan pemimpin mereka, Taysir al-Jabari. Dia menjadi perwira senior kedua yang kalah dalam pertempuran tersebut. Alhasil, PIJ menembakkan ratusan roket ke Israel.
Jumlah korban jiwa akibat serangan Israel ke Gaza terus bertambah. Terbaru sebanyak 12 orang tewas akibat serangan udara Israel ke sebuah pemakaman di Jabaliya dan sebuah rumah di timur Bureij.
Tambahan korban jiwa terebut membuat jumlah korban tewas akibat serangan Israel dalam tiga hari ini menjadi 44 orang.
Dari puluhan korban yang tewas, 15 orang merupakan anak-anak. Serta ada empat orang perempuan.
Sementara warga Palestina yang terluka akibat serangan tersebut jumlahnya mencapai lebih dari 310 orang.
Siapa Gerakan Jihad Palestina yang Berseteru dengan Israel?
Perdana Menteri Israel, Yair Lapid, berada di balik gelombang kekerasan di Jalur Gaza. Dia muncul di hadapan publik setelah menandatangani Operation Breaking Dawn di Gaza.
ADVERTISEMENT
Lapid menegaskan, pertempuran itu akan memakan waktu selama yang diperlukan. Pemerintah Israel mengaku tidak akan menoleransi serangan dari Gaza ke Israel.
Menganggapnya sebagai deklarasi perang, PIJ membalas dengan menembakkan ratusan roket ke Israel. Tindakan itu membuat puluhan ribu warga Israel mengungsi.
Israel turut meluncurkan sejumlah serangan udara mematikan yang menewaskan sedikitnya 15 orang. Menurut otoritas Gaza, Israel bahkan menyebabkan kematian 44 warga Palestina. Setengah dari korban jiwa itu merupakan warga sipil, termasuk anak-anak.
Setelah kekacauan melanda berhari-hari, Israel dan PIJ kemudian mengumumkan gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir pada Minggu (7/8). Namun, gempuran tersebut telah mendorong berbagai pertanyaan ke permukaan, siapakah PIJ dan apa hubungan organisasi ini dengan Iran?
Mahasiswa Palestina di Mesir mendirikan PIJ pada 1981. Mereka berniat membentuk negara Islam Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki Israel, serta daerah lain yang dikuasai Israel.
ADVERTISEMENT
Bersama Hamas, PIJ menjadi kelompok-kelompok utama Palestina di Jalur Gaza. PIJ kalah telak dari Hamas bila dibandingkan berdasarkan jumlah. Keanggotaan kelompok itu masih sulit dipastikan.
CIA World Factbook memprediksi, PIJ telah merekrut kisaran antara seribu hingga beberapa ribu pejuang pada 2021. Terlepas dari ukurannya, mereka berpartisipasi aktif dalam semua konfrontasi dengan Israel.
PIJ mungkin tidak mempersenjatai diri dengan banyak roket jarak jauh seperti Hamas. Tetapi, gerakan itu mengantongi gudang senjata kecil, mortir, roket, serta rudal anti-tank.
Dalam beberapa tahun terakhir, PIJ berhasil mengembangkan persenjataan yang setara dengan Hamas. Pihaknya kini memamerkan roket jarak jauh yang mampu menyerang kota metropolitan di wilayah tengah Israel, Tel Aviv.
PIJ juga membentuk sayap bersenjata aktif yang disebut Al Quds atau Brigade Yerusalem. Selama bertahun-tahun, pasukan tersebut menyerang orang-orang Israel.
PIJ telah mengeklaim tanggung jawab atas rentetan serangan bom bunuh diri yang menyasar orang Israel. Mereka juga merupakan salah satu pihak yang berperang dalam pemberontakan kedua Palestina terhadap Israel atau Intifadhah al-Aqsha dari 2000-2005.
ADVERTISEMENT
Salah satu serangan mereka yang paling menonjol terjadi pada 1989. Melancarkan serangan bom bunuh diri terhadap sebuah bus yang melakukan perjalanan antara Tel Aviv dan Yerusalem. Serangan tersebut menewaskan 16 orang.
Indonesia Mengutuk Keras Serangan Israel ke Gaza
Kementerian Luar Negeri RI mengatakan, Indonesia mengutuk keras tindakan Israel di Jalur Gaza.
"Indonesia mengutuk keras serangan yang dilakukan Israel di Gaza yang telah mengakibatkan tewasnya masyarakat sipil, termasuk anak-anak," tulis Kemlu.
Tidak hanya mengutuk tindakan Israel, Kemlu RI juga mendorong agar PBB bertindak untuk mengakhiri serangan tersebut.
"Indonesia mendorong PBB segera mengambil langkah nyata untuk menghentikan tindakan kekerasan dan agresi tersebut guna menghindari semakin banyaknya korban serta memburuknya situasi," tulis Kemlu.
ADVERTISEMENT
Kisah Guru di Gaza yang Terpaksa Bohong ke Anaknya Saat Israel Menyerang
Seorang warga Palestina di Jalur Gaza, Eman Basher, menceritakan bagaimana horornya situasi di wilayah tersebut usai serangan Israel pada Sabtu (6/8).
Pria yang berprofesi sebagai guru itu mengatakan, situasi di tempatnya tinggal kini terkepung. Oleh karenanya, warga merasa takut dan lelah.
Basher terus mencoba menenangkan anak-anaknya dan membuat perhatian mereka teralihkan di tengah serangan Israel yang memporak-porandakan wilayah itu. Demi membuat anak-anaknya tidak panik, Basher terpaksa berbohong soal situasi yang sebenarnya terjadi.
"Saya telah mengatakan kepada mereka bahwa itu (bombardir Israel) adalah kembang api. Saya telah memberi tahu mereka bahwa orang-orang senang atas kelulusan sekolah menengah beberapa hari yang lalu," ungkap Basher.
ADVERTISEMENT
"Namun, setelah beberapa saat saya mulai merasa bahwa mereka tidak mempercayai saya tetapi mereka tidak ingin mengatakannya," sambung dia.
Anggota Parlemen Israel Tuduh PM Yair Lapid Serang Gaza demi Menang Pemilu
Anggota Parlemen Israel, Sami Abu Shehadeh, mengecam operasi militer di Gaza pada Sabtu (6/8), lantaran menewaskan warga sipil Palestina demi menjamin kemenangan Perdana Menteri Sementara Israel, Yair Lapid.
Israel mengeklaim melancarkan 'Operation Breaking Dawn' untuk mencegah serangan dari kelompok militan Jihad Islam Palestina (PIJ) pada Jumat (5/8). Kendati demikian, tidak semua orang mempercayai alasan tersebut.
Menurut Shehadeh, operasi itu hanyalah taktik politik yang dirancang oleh Lapid dan Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz.
"Agresi terbaru Israel di Gaza menunjukkan keinginan Lapid dan Gantz dan koalisi [pemerintahan] mereka untuk melakukan apa saja untuk tetap berkuasa, termasuk pembunuhan seorang gadis berusia lima tahun," tegas Shehadeh.
ADVERTISEMENT
"Kejahatan perang baru ini adalah bagian dari kampanye pemilu yang tidak bermoral untuk menunjukkan bahwa mereka bisa sama kriminalnya dengan Benjamin Netanyahu," tambah dia.
Krisis politik berkepanjangan tengah melanda Israel. Keruntuhan koalisi kemudian mendorong pemerintah untuk mengadakan pemilihan umum kelima dalam empat tahun terakhir.
Lapid lantas mengambil alih kepemimpinan sebelum pembentukan pemerintahan baru. Kini, dia diyakini berniat mengkonsolidasikan kekuasaannya menjelang pemilu pada 1 November.
Pria berusia 58 tahun tersebut harus menyingkirkan saingannya, mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Politikus nasionalis sayap kanan itu dikenal atas tindakan kerasnya.
Selama masa jabatannya, pemimpin oposisi tersebut menggencarkan tiga kampanye militer melawan Gaza. Sementara itu, Lapid merupakan mantan pembawa acara televisi. Tokoh berhaluan tengah tersebut tidak memiliki latar belakang mumpuni dalam militer.
ADVERTISEMENT
Tepat lima pekan sejak menjabat, Lapid lalu menghadapi krisis keamanan pertamanya. Pertempuran itu dapat menjadi kesempatan bagi Lapid. Dia dapat membangun kredibilitas bila berhasil menunjukkan kecakapan dalam memberantas milisi di Gaza.
Israel dan Gerakan Jihad Islam Palestina Sepakati Gencatan Senjata di Gaza
ADVERTISEMENT
Israel dan Gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ) mengumumkan gencatan senjata pada Minggu (7/8). Kedua pihak mengungkapkan apresiasi kepada Mesir. Sebab, negara itu menengahi persetujuan gencatan senjata.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, turut menyambut baik keputusan tersebut. Biden menyerukan penyelidikan terhadap korban sipil untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab.
Para pejabat setempat melaporkan, rentetan serangan telah menewaskan 44 warga Palestina. Setengah dari korban jiwa itu merupakan warga sipil, termasuk anak-anak.
ADVERTISEMENT
Warga Palestina telah menyaksikan banyak gelombang pertumpahan darah serupa. Mereka melewati perang yang pecah pada 2008-2009, 2012, dan 2021. Kini, para warga tengah membongkar reruntuhan rumah untuk menyelamatkan barang-barang.
"Siapa yang mau perang? Tidak ada. Tapi kami juga tidak suka diam ketika perempuan, anak-anak dan pemimpin terbunuh," kata seorang sopir taksi, Abu Mohammad.