Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Nestapa Mama Martina dan 4 Anaknya di NTT, Mengais Harapan di Gubuk Reyot
7 Mei 2025 10:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Nestapa mengimpit Mama Martina Bala (53) dan keempat anaknya, warga Kampung Magesayang, Dusun Wairbleler, Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT. Ia dan empat anaknya harus bertahan hidup di sebuah gubuk reyot seluas 2,5 x 4 meter.
ADVERTISEMENT
Gubuk reyot itu berdinding pelepah bambu yang nyaris roboh, dengan lantai tanah dan tanpa fasilitas dasar yang layak.
Rumah ini juga belum memiliki meteran listrik. Untuk penerangan malam hari, mereka menumpang aliran listrik dari tetangga.
Di bagian belakang rumah, dapur sederhana berdiri tanpa dinding, beratapkan seng bekas, menghadap ke arah kali kering. Untuk mandi dan buang air, mereka harus menumpang ke kamar mandi milik tetangga.
Kondisi ini telah berlangsung sejak 2019. Sebelumnya Mama Martina dan empat anaknya tinggal di tanah milik seorang dermawan dan relawan kemanusiaan asal Belgia yang akrab disapa Mama Belgi pada Juni 2010 sampai Februari 2016.
Mama Martina dulunya bekerja sebagai pengasuh anak di Panti Asuhan milik Mama Belgi di Watublapi.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah tanah milik Mama Belgi dijual ke pihak lain, Mama Martina dan anaknya pindah ke salah satu rumah kosong milik salah satu warga di Kampung Magesayang hingga September 2019.
Lewat kerja keras anak sulung Mama Martina di Kalimantan, mereka akhirnya bisa membeli tanah berukuran 10×20 meter dan membangun rumah meski sangat sederhana.
Makan Sehari Sekali, Tidur Gantian
Suami Mama Martina pergi meninggalkannya tanpa kabar saat anak-anak masih kecil. Sejak saat itu, Mama Martina harus menjadi tulang punggung bagi empat anaknya.
Mama Martina memiliki enam anak, sulungnya bernama Gabril Nong Gebi (32) sudah berkeluarga bekerja serabutan sebagai penjaga toko dan mencetak batu merah.
Sedangkan anak kedua Mama Martina, Heriyanto Seno (27), merantau menjadi buruh sawit di Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan empat lainnya tinggal bersama Martina di gubuk tersebut yakni Avila Triyanti (20), Elenterius Ronald (24), Oktavia Mikaela (14), dan Marianus Jenoario (13).
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Mama Martina dan empat anak yang lain bekerja serabutan di kebun milik tetangga, menanam jagung dan ubi. Selain itu, ia juga menenun sarung yang dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam sebulan, ia mampu menghasilkan sekitar 4 lembar sarung. Hasil penjualan digunakan untuk membeli benang, pewarna kain, dan kebutuhan pokok seperti beras.
Anaknya, Ronald, juga bekerja membantu tetangga dengan mengiris pohon lontar untuk nira pembuatan moke. Ia putus sekolah saat duduk di bangku kelas VIII SMP. Sementara Oktavia, yang sempat bersekolah kelas VIII di SMP Negeri 01 Waigete, terpaksa berhenti karena keterbatasan ekonomi meski mendapatkan bantuan beasiswa PIP.
ADVERTISEMENT
Dua anak laki-laki Mama Martina kadang harus menginap di rumah teman atau rumah keluarga terdekat karena rumah terlalu sempit untuk ditinggali bersama-sama.
Tak Dapat Bantuan Pemerintah
Meski telah terdata sebagai calon penerima bantuan rumah pada Oktober 2023 lalu, hingga kini Mama Martina belum menerima bantuan apa pun dari Pemerintah Desa Hoder.
“Mereka dari kantor desa sudah datang dan foto rumah, katanya akan ada bantuan. Tapi sampai sekarang belum ada bantuan apa-apa,” keluh Mama Martina.
Ia berharap bantuan rumah benar-benar diberikan kepada keluarga yang membutuhkan, bukan justru kepada warga yang lebih mampu.
Sementara itu, Ketua RT 009, Fransiskus Nong Efendi, membenarkan kondisi mengenaskan yang dialami Mama Martina dan keluarganya. Ia mengaku sudah menyampaikan laporan kepada pihak desa, namun belum ada realisasi.
ADVERTISEMENT
“Semoga ada perhatian dari Pemkab Sikka. Kami sebagai tetangga hanya bisa membantu sebisanya. Kasihan mereka tidur berdesakan dalam rumah yang nyaris roboh,” ucapnya.