New Normal, Restoran Harus Sediakan Ventilasi Baik dan Kapasitas Pengunjung 50%

19 Juli 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan membersihkan meja makan yang dipasangi mika pembatas di salah satu Restoran di Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan membersihkan meja makan yang dipasangi mika pembatas di salah satu Restoran di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Gugus Tugas COVID-19 menyelenggarakan diskusi dengan tema ‘Restoran Aman COVID-19’ di Gedung Graha BNPB, Minggu (19/7). Salah satu pembahasan yakni konsep protokol kesehatan di restoran saat new normal.
ADVERTISEMENT
Salah satu dokter milenial, dr. Muhammad Fajri Adda’i mengatakan, restoran harus memiliki konsep yang bagus dan aman saat new normal. Misalnya dengan menyediakan ventilasi yang cukup demi menjamin adanya pertukaran udara yang baik di tengah wabah corona.
“Kalau buka restoran pikirkan ventilasi. Kemudian kepadatan ruangan. Kalau bisa 50 persen (kapasitas pengunjung), dikurangi,” kata Fajri dalam konferensi pers di Graha BNPB.
Fajri menuturkan, pihak restoran juga mesti memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan bahwa pegawainya taat protokol kesehatan. Bahkan, restoran diminta mempublikasikan pakaian sesuai protokol kesehatan untuk pegawainya.
Hal ini penting untuk memberi rasa aman kepada pengunjung sehingga mereka tak lagi enggan datang ke restoran.
Karyawan mengenakan pelindung wajah (face shield) saat mempersiapkan pesanan makanan di salah satu Restoran di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
“Kemudian memanfaatkan media sosial. Kemudian juga bisa delivery service. Kemudian company profile lihat bagaimana yang masak di dapur, pakaiannya gimana,” ujar Fajri.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini Jakarta belum menerapkan new normal. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria tak berani menggunakan istilah new normal atau kenormalan baru di tengah pandemi virus corona.
Karena menurut dia, new normal berpotensi memberikan pemahaman yang beda di masyarakat.
"Kami belum berani menyebut kenormalan baru atau new normal. Karena menurut kami, kata normal dapat berpotensi pemahaman di masyarakat seolah kita sudah aman, seolah sudah hilang virusnya, seolah-olah sudah bebas dan lain sebagainya," ujar Riza Patria dalam diskusi virtual, Sabtu (4/7).
"Jadi kami akhirnya memutuskan perlu kata lain, kami menyebutnya masa transisi menuju masyarakat sehat aman dan produktif," lanjut Riza Patria.