Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
NGO Kritik Baleg DPR soal Usulan RUU Hapus Larangan Konsumsi Anjing-Kucing
19 November 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah membahas penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Dari 217 RUU yang dibahas, ada RUU yang diusulkan oleh NGO Yayasan JAAN Domestic Indonesia. Mereka mengusulkan RUU tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing.
Namun usulan itu dianggap tidak logis oleh salah satu anggota Baleg yakni Firman Soebagyo.
"Tentunya kami DPR mendengarkan aspirasi masyarakat seperti NGO, yang menyampaikan namun tidak serta merta yang diusulkan NGO itu harus kita terima lalu masukan longlist. Kita membuat UU rasional," kata Firman.
Firman kemudian menyoroti soal konsumsi daging anjing. Ia menilai, di beberapa daerah, masih ada masyarakat yang mengkonsumsi daging anjing.
Politikus Golkar ini mendorong agar DPR membuat RUU yang membantu kinerja pemerintah. Usulan RUU dari NGO seperti ini dinilai tidak perlu didengar.
ADVERTISEMENT
Tanggapan JAAN Domestic
Terkait hal ini, JAAN Domestic atas nama koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMF) mengatakan penolakan terhadap larangan perdagangan daging anjing dan kucing oleh Firman Soebagyo telah memancing reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada kesejahteraan hewan dan kesehatan masyarakat.
"Ini menunjukkan adanya urgensi mendesak untuk mengevaluasi dan memahami lebih dalam mengenai implikasi kebijakan tersebut," katanya dalam rilis yang diterima kumparan, Selasa (19/11).
Dalam RUU tentang Larangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik, ada sejumlah pasal yang diusulkan dihapus, yakni pasal yang secara eksplisit melarang pengadaan, perdagangan, dan penyembelihan anjing serta kucing untuk konsumsi manusia.
Penolakan larangan ini mengabaikan sejumlah pertimbangan penting, terutama risiko zoonosis yang tinggi dan kontribusi dalam penyebaran rabies – penyakit yang tetap menjadi endemik di 26 provinsi Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Penting untuk diingat bahwa yang diajukan adalah pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing, yang terkait erat dengan risiko kesehatan publik," ucapnya.
Keputusan untuk tidak mendukung larangan perdagangan ini menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan hukum yang ada dan mengesankan adanya pengabaian terhadap upaya global untuk memberantas rabies yang ditularkan oleh anjing pada tahun 2030.
Inkonsistensi penerapan hukum itu misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 2023 ada aturan yang mengatur tentang tindakan penganiayaan terhadap hewan. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk melawan praktik-praktik kejam yang terlibat dalam perdagangan daging anjing dan kucing.
Selain itu, aturan lainnya berasal dari Kementerian Pertanian telah mengeluarkan imbauan untuk melarang perdagangan daging anjing dan kucing. Imbauan ini sejalan dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh 76 kota dan kabupaten serta lima peraturan daerah yang menerapkan pasal terkait larangan tersebut. Ini menunjukkan dukungan lokal yang kuat untuk kebijakan yang proaktif.
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Menurut JAAN, menolak larangan ini berarti mengabaikan kekejaman yang melekat dalam perdagangan daging anjing dan kucing serta risiko terhadap kesehatan masyarakat.
Perdagangan ini sering kali memfasilitasi penularan penyakit seperti rabies, tidak hanya membahayakan kesehatan manusia tetapi juga menurunkan kualitas kesejahteraan hewan.
Misalnya saja, baru-baru ini, polisi di beberapa daerah menggagalkan perdagangan anjing. Upaya penggalan ini juga melibatkan sejumlah LSM pencinta hewan.
Evaluasi ulang
JAAN mengatakan, melihat dari perspektif hukum yang telah ada dan dukungan dari berbagai tingkat pemerintahan, penolakan terhadap larangan perdagangan daging anjing dan kucing bukanlah langkah yang bijaksana.
DPR RI, katanya, perlu mengevaluasi kembali dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari kebijakan ini terhadap kesehatan publik dan kesejahteraan hewan.
ADVERTISEMENT
Komitmen untuk memberantas rabies dan mencegah penyebaran penyakit zoonosis harus didahulukan, dan pelarangan perdagangan ini akan menjadi langkah penting menuju masyarakat yang lebih sehat dan lebih beradab.
"Dukungan terhadap larangan ini tidak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan hewan tetapi juga memperkuat upaya nasional dalam melindungi kesehatan masyarakat," katanya.