Ilustrasi cerai atau perceraian

Nikah Beda Agama Lalu Cerai, Bagaimana Proses dan Pembagian Harta Gana-gini?

19 November 2021 10:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Suatu perkawinan terkadang berujung pada perceraian. Sudah ada ketentuan bagaimana mekanisme perkawinan maupun perceraian di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana bila perkawinan tersebut merupakan pasangan beda agama?
Seperti pertanyaan di bawah ini:
Bagaimana proses perceraian dalam hal pernikahan berbeda agama? Dan apakah hak-hak mantan suami istri pasca-perceraian seperti harta gana-gini tetap dijamin?
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
Berikut jawaban Mustolih Siradj, S.H.I., M.H., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Sebelum menjawab lebih jauh, dalam pertanyaan di atas tidak disebutkan secara jelas agama apa yang dianut oleh pasutri (pasangan suami istri) yang bercerai tersebut dan bagaimana duduk perkara detailnya. Mengingat negara kita mengakui beberapa agama yang memiliki aturan perceraian yang berbeda-beda. Untuk memudahkan analisa lebih jelas, Saya asumsikan pihak suami pada pertanyaan di atas beragama Islam dan istrinya menganut agama lainnya.
Proses perceraian tidak dapat dilepaskan dari proses sebelumnya yakni perkawinan yang dahulu dilangsungkan oleh pasutri tersebut karena sudah ada hukum yang mengaturnya. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal.
ADVERTISEMENT
Prosedur perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan :
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Dari norma di atas, maka dapat dikatakan perkawinan mesti didasarkan pada agama dan kepercayaan yang diakui. Pengaturan tentang kawin beda agama tidak/belum diatur, atau dengan kata lain terjadi kekosongan hukum berkaitan dengan perkawinan beda agama.
Kedudukan agama yang dianut mereka yang akan melangsungkan perkawinan akan menentukan di mana kelak (bila terjadi) perceraian dilangsungkan. Pasal 1 huruf b PP Nomor 9 Tahun 1975 menyatakan:
Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya.
Jika memang pasangan beda agama tetap ingin melangsungkan perkawinan maka istri dapat menundukkan diri pada agama yang dianut oleh suami. Atau sebaliknya, suami yang mengikuti keyakinan istrinya. Namun apabila masing-masing pasangan masih masih tetap berpegang pada agamanya, mereka dapat mencatatkan perkawinan di pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
ADVERTISEMENT
Bagi pasangan yang memilih untuk menundukkan diri pada agama Islam, maka permainannya dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) di bawah Kementerian Agama. Sehingga manakala terjadi perceraian, harus dilangsungkan di Pengadilan Agama sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Peradilan Agama.
Sebab perceraian dikategorikan sebagai sengketa perkawinan. Hal mana didasarkan pada asas personalitas Islam.
Sedangkan apabila pasangan tersebut menundukkan diri pada agama selain Islam, maka pernikahannya dilakukan dengan cara agama selain Islam. Sehingga pencatatanya permainannya dilakukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Hal ini merujuk pada Pasal 34-35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Sehingga apabila terjadi perceraian, maka dilangsungkannya di Pengadilan Negeri.
ADVERTISEMENT
Berkenaan dengan harta bersama atau pembagian harta gana-gini, sepanjang harta benda pasutri diperoleh masih dalam masa perkawinan, maka harta yang dimaksud merupakan milik bersama yang apabila ada terjadi perceraian harus dibagi dua secara proporsional. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan :
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten