Nikmat Sesaat Bisnis Jual Beli Jabatan Kepala Daerah, ini Daftar Buktinya

11 Mei 2021 15:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Foto: Dok. Facebook Novi Rahman Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Foto: Dok. Facebook Novi Rahman Hidayat
ADVERTISEMENT
Layaknya cerita tak berkesudahan, proses pengisian jabatan dengan 'bumbu' suap kembali terungkap. Kali ini, Bupati Nganjuk, Novi Rahmat Hidayat, yang diduga memasang tarif tertentu untuk posisi perangkat desa hingga camat.
ADVERTISEMENT
Ia pun ditangkap dalam OTT hasil kolaborasi KPK dan Bareskrim.
Pengungkapan kasus ini berdasarkan laporan masyarakat kepada KPK dan Bareskrim. Penyelidikan bersama dilakukan, berikut pengumpulan keterangan dan barang bukti, hingga akhirnya dilakukan OTT.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Novi diduga menerima suap dari sejumlah camat, mantan camat, hingga pejabat aparatur desa. Nilainya beragam mulai dari Rp 10-15 juta untuk aparatur desa dan Rp 150 juta untuk jabatan di atasnya.
Kini kasus tersebut ditangani Bareskrim Polri. Sementara, KPK tetap melakukan supervisi.
Seperti lagu lama, kasus suap berlatar jual beli jabatan di Pemkab Nganjuk bukanlah yang pertama. Setidaknya sejak 2016, KPK sudah pernah menangani kasus serupa di tingkat penyidikan sebanyak 6 kali yang mayoritas melibatkan kepala daerah. Siapa saja?
Tersangka suap, Sri Hartini diperiksa KPK Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto

Bupati Klaten

Sri Hartini selaku Bupati Klaten ditangkap KPK pada akhir Januari 2016. Kasusnya pun bergulir hingga ke persidangan.
ADVERTISEMENT
Sri Hartini dinyatakan terbukti menerima suap dalam pengisian Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Pemkab Klaten dengan total Rp 2,9 miliar.
Selain itu, Sri Hartini dinilai menerima gratifikasi terkait pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta 'fee' proyek di Dinas Pendidikan sebesar Rp 9,8 miliar.
Atas perbuatannya, Sri Hartini divonis hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta subsider 10 bulan kurungan.
Taufiqurrahman Usai Diperiksa KPK Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Bupati Nganjuk

Kasus suap jual beli jabatan di Pemkab Nganjuk bukan kali ini terjadi. Perkara yang menjerat Novi seolah seperti mengulang kisah kelam eks Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Taufiqurrahman dinilai terbukti menerima suap untuk jabatan mulai level kepala sekolah jenjang SD, SMP, SMA, kepala bidang hingga setingkat kepala dinas. Suap yang diterima sebesar Rp 1,3 miliar.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Taufiqurrahman divonis selama 7 tahun penjara dan hak politiknya dicabut selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Belakangan KPK kembali menjeratnya dalam kasus penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. Dalam kasus keduanya itu, Taufiqurrahman didakwa menerima gratifikasi Rp 25,6 miliar dan pencucian uang senilai Rp 9,5 miliar.
Kini kasus gratifikasi dan pencucian uang Taufiqurrahman masih bergulir di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Bupati Jombang, Dr. Ec. H. Nyono Suharli Wihandoko Foto: Garin Gustavian/kumparan

Bupati Jombang

Mantan Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko, turut terjerat dalam kasus suap jual beli jabatan.
Ia menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Silestyowati, agar bisa menjadi pejabat definitif. Pemberian suap senilai Rp 275 juta dilakukan bertahap sejak 2017-2018.
Atas perbuatan tersebut, Nyono dihukum selama 3,5 tahun penjara Putusan itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK selama 8 tahun penjara.
Bupati nonaktif Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Bupati Cirebon

Kasus jual beli jabatan membuat Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon terjerat KPK. Ia ditangkap pada Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
Ia dinilai terbukti menerima suap dari Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto, terkait jual beli jabatan di Pemkab Cirebon.
Sunjaya melalui ajudannya, Deni Syafrudin, menerima suap dari Gatot sebesar Rp 100 juta. Duit itu diberikan karena Sunjaya telah melantik Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon pada Juli 2018.
Atas perbuatannya, Sunjaya divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga mencabut hak politik Sunjaya untuk dipilih selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok.
Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil (kiri) berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang kasus suap dan gratifikasi mutasi jabatan, Senin (6/4). Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo

Bupati Kudus

Mantan Bupati Kudus, M Tamzil, menjadi kepala daerah kesekian yang terjerat perkara jual beli jabatan.
Tamzil dinilai terbukti menerima suap dari Plt Sekretaris DPPKAD Kabupaten Kudus, Akhmad Shofian, yang totalnya mencapai Rp 750 juta.
ADVERTISEMENT
Suap tersebut diberikan agar Tamzil memuluskan Akhmad Shofian dan istrinya, Rini Kartika, mendapatkan jabatan baru setingkat eselon III di Pemkab Kudus.
Sementara dalam perkara gratifikasi, Tamzil dinilai telah menerima gratifikasi senilai Rp 1,77 miliar.
Atas perbuatannya, Tamzil divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Terpidana mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir

Ketum PPP

Kasus suap jual beli jabatan tak hanya menjerat kepala daerah. Ketum parpol pun tak lepas dari perkara tersebut.
Mantan Ketua Umum PPP, Muchammad Romahurmuziy alias Romy, terbukti menerima suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama.
Majelis hakim menilai Romy terbukti menerima suap terkait pengisian dua jabatan di Kemenag. Pertama, suap sebesar Rp 325 juta diterima Romy bersama eks Menag Lukman Hakim dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
ADVERTISEMENT
Uang yang diterima Romy sebesar Rp 255 juta yang diberikan dalam dua tahap. Sementara untuk Lukman Hakim, uang yang diterima sebesar Rp 70 juta.
Kedua suap sebesar Rp 91,4 juta diterima Romy dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi.
Atas perbuatannya, Romy divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun hukumannya dipotong di tingkat banding menjadi 1 tahun penjara. Atas potongan hukuman tersebut, Romy bebas pada April 2020.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: