Noor Huda soal WNI Eks ISIS: Negara Hadir dan Beri Kesempatan Kedua

30 Juni 2019 9:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Terorisme dan Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail. Foto: Faisal Rahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Terorisme dan Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail. Foto: Faisal Rahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah kekalahan kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), mencuat kabar adanya warga negara Indonesia (WNI) eks anggotanya yang tertahan di kamp-kamp penampungan di Suriah.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 18 di antaranya yang pernah dipulangkan ke Indonesia. Namun, pemerintah mengakui rumitnya urusan pemulangan WNI tersebut.
“WNI yang mereka dari Suriah dan kembali ke Indonesia itu melalui proses sangat panjang,” kata Juru Bicara Arrmanatha Nasir dalam konferensi pers di kantor Kemlu, Jakarta Pusat, Maret lalu.
Ilustrasi ISIS Foto: REUTERS
Wacana pemulangan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS tersebut kini kembali menuai polemik di tengah masyarakat. Posisi pemerintah belum pasti. Namun pada 2017, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pernah berkomentar bahwa WNI yang dideportasi karena ISIS tak perlu pulang ke Indonesia.
“Sudah tidak usah kembali. Mereka (WNI yang terkait ISIS) berjuang di sana. Berjuang, berjuang sampai mati kan begitu,” kata Ryamizad di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (17/7).
ADVERTISEMENT
Pakar terorisme lulusan Monash University, Noor Huda Ismail, memiliki pandangan berbeda soal ini. Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian yang aktif melakukan deradikalisasi mantan-mantan teroris ini justru melihat negara harus hadir dalam pemulangan WNI eks ISIS.
“Mereka itu pengin memulai hidup baru. Dan kadang orang bergabung ke ISIS itu juga tidak semuanya itu karena memang karena ideologi. Mereka tuh bisa jadi anak-anak,” kata pria yang akrab disapa Huda kala diwawancara di kantor kumparan, Selasa (25/6).
Menurut Huda, anak-anak yang diajak orang tuanya bergabung ke ISIS melakukan tindak terorisme seringkali tak punya pilihan untuk menolak. Bisa jadi mereka hanya dipaksa untuk mengikuti pilihan orangtuanya.
Mencabut warga kewarganegaraan para eks anggota ISIS juga bukan merupakan sebuah solusi menurut Huda. Penyandang Ph.D Politik dan Hubungan Internasional ini menyinggung Konvensi terkait Status Pengungsi yang tak membolehkan seseorang tak memiliki kewarganegaraan.
Ilustrasi wanita anggota ISIS Foto: Reuters
Alasan lainnya mengapa negara harus hadir berkaitan dengan keamanan. Huda menjelaskan bahwa para eks anggota ISIS ini tanpa dipulangkan pun sebenarnya bisa sampai ke Indonesia dengan sendirinya kala dideportasi negara lain yang tak menghendaki keberadaan mereka.
ADVERTISEMENT
“Misalnya di Turki, mereka dideportasi langsung. Mereka diminta pulang, ya sudah, langsung masuk bandara di sini, enggak ketahuan mereka di mana. Dan itu sudah pernah terjadi, 9 (eks ISIS) sudah datang, ditangkap. Untung ketangkap,” kata penulis buku Temanku, Teroris? itu.
Huda mengakui banyak masyarakat yang tidak setuju soal pemulangan WNI eks ISIS. Namun, dengan adanya proses pemulangan, negara bisa mengetahui dan mengontrol orang-orang yang pernah terlibat.
Pakar Terorisme dan Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail. Foto: Faisal Rahman/kumparan
“Kita data semua prosesnya, bikin studi yang besar dan yang paling penting adalah keterlibatan penuh masyarakat terutama masyarakat sipil. NU-Muhammadiyah dilibatkan,” ujarnya.
Dengan adanya pembiaran, Huda malah khawatir WNI eks ISIS ini bisa kemanapun pergi dan tak terkontrol. Bisa jadi mereka justru melakukan terorisme tanpa terdeteksi di Indonesia. Menurut Huda, penting memberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk kembali ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Kalau seandainya kita bisa menolong mereka, taruhlah 100 orang, kita punya 100 cerita pelajaran bagaimana orang terjerembab kepada sebuah pemahaman yang tidak benar. Ini yang harus diluruskan,” pungkasnya.