Novel: Kondisi KPK Sekarang Sangat Jelek, Tak Bisa Dibandingkan Saking Jeleknya

3 Juni 2024 17:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menghadiri rilis akhir tahun Polri di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/12/2023). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menghadiri rilis akhir tahun Polri di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/12/2023). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Eks penyidik KPK, Novel Baswedan, mengomentari kondisi KPK saat ini. Menurutnya lembaga anti rasuah itu sangat buruk.
ADVERTISEMENT
Hal itu ia sampaikan usai menghadiri kuliah umum bertajuk 'Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan', di UI, Depok, Senin (3/6).
"KPK sekarang ini kalau ada buruk, sekali sekali sekali gitu ya, super superlative gitu ya," kata Novel.
Menurut Novel kondisi KPK saat ini tidak bisa dibandingkan dengan lembaga lain. Sebab kondisinya terlalu buruk.
"Ya, sekarang tuh kondisi yang sangat-sangat jeleklah. Jadi saking jeleknya enggak bisa dibandingkan," tutur Novel.
KPK menjadi sorotan usai sejumlah kasus. Salah satunya yang menjerat eks Ketua KPK Firli Bahuri. Saat masih menjabat Ketua KPK, ia menjadi tersangka pemerasan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kedua kiri) bersama Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, dan Rocky Gerung menghadiri kuliah umum bertajuk "Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan" di Auditorium FISIP UI, Senin (3/6/2024). Foto: PDIP
Selain Novel, kuliah umum itu dihadiri sejumlah tokoh nasional, di antaranya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dan ahli filsafat Rocky Gerung.
ADVERTISEMENT
Kuliah umum itu dibawakan Guru Besar Antropologi, Sulistyowati Irianto. Dalam kuliahnya dia mengkritisi bahwa kondisi demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
"Setidaknya dimulai ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkah melalui revisi Undang-Undang, dan "uji kebangsaan" yang menyingkirkan banyak an alan staf KPK. Kemudian terdapat berbagai peristiwa politik hukum yang melemahkan demokrasi sampai pada puncaknya dua tahun ini. Di antaranya adalah keluarnya putusan Mahkamah Agung No. 23/2024, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi no. 90/2023 sebelumnya," terang Sulistyowati di mimbar Auditorium.
"Kedua putusan itu bernuansa nepotisme, penuh kejanggalan, dan putusan MK No. 90 bahkan dinyatakan cacat secara prosedural maupun substansi dalam dissenting opinion hakim MK sendiri, dan melanggar etika oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Putusan pengadilan semacam ini meruntuhkan wibawa lembaga penegakan hukum tertinggi di republik ini dan menghapus berbagai upaya reformasi," sambungnya.
ADVERTISEMENT