Novum Jessica Wongso Ajukan PK Kasus 'Kopi Sianida': Rekaman Utuh CCTV

9 Oktober 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengacara Otto Hasibuan bersama Jessica Kumala Wongso menjawab pertanyaan awak media saat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jakarta, Rabu (9/10/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengacara Otto Hasibuan bersama Jessica Kumala Wongso menjawab pertanyaan awak media saat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jakarta, Rabu (9/10/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jessica Kumala Wongso telah mendaftarkan permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus kopi sianida yang menjeratnya. Ada dua alasan utama yang menjadi dasar pengajuan PK ini.
ADVERTISEMENT
"Alasan PK, kami ini ada beberapa hal. Pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini," kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan, di PN Jakpus, Rabu (9/10).
Otto mengatakan, novum atau bukti baru itu adalah rekaman CCTV utuh yang menangkap seluruh peristiwa di Kafe Olivier -- lokasi Wayan Mirna Salihin tewas diduga diracun Jessica.
"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di Oliver," kata Otto.
Selama ini, Otto menyebut, CCTV yang diputar dalam persidangan tak jelas asal usulnya. Namun kemudian dijadikan dasar bagi pengadilan untuk menghukum Jessica.
Ia tetap berkeyakinan bahwa Jessica tak melakukan pembunuhan. Karena tak ada satu pun saksi yang melihat. "Jadi dasarnya itu, kalau CCTV tidak ada, tidak bisa dihukum karena tidak ada saksi pun yang melihat," ucap Otto.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku sempat protes saat ada bukti rekaman CCTV yang jadi bukti dalam persidangan. Sebab, Otto menyebut bahwa rekaman CCTV itu tidak jelas sumbernya.
Otto pun mempertanyakan keterangan ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, yang pernah menyebut punya rekaman CCTV. Ia merujuk wawancara Edi oleh salah satu stasiun televisi.
"Dia mengeluarkan CCTV itu, dia mengatakan bahwa ini adalah CCTV yang ada di Oliver dan tidak pernah ditayangkan di persidangan dan ini disimpan sama dia," sebut Otto.
"Artinya, berarti seluruh rangkaian CCTV itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya. Nah salah satu di antaranya adalah yang diambil oleh Bapaknya (Mirna), Darmawan Salihin," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Belum ada keterangan dari Edi Darmawan Salihin mengenai pernyataan Otto tersebut.
Edi Darmawan Salihin, ayah dari mendiang Wayan Mirna Salihin. Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Selain itu, Otto menjelaskan, ada perubahan kualitas gambar dalam CCTV yang ditampilkan dalam persidangan. Ini lantas memunculkan adanya dugaan rekayasa kasus.
Di mana, kualitas gambar CCTV yang menurun membuat hakim hanya bisa mengandalkan keterangan dari saksi ahli.
"Inilah yang menjadi ditayangkan seakan-akan karena kekaburan ini gak ada yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi lagi. Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu," papar dia.
Di sisi lain, Otto menyebut, PK ini juga diajukan lantaran adanya kekeliruan hakim. Kekeliruan timbul lantaran tak pernah dilakukannya autopsi terhadap jasad Mirna.
ADVERTISEMENT
"Hanya karena dalam kasus Jessica inilah ada di tuduh dia bersalah melakukan pembunuhan dengan racun tapi korbannya tidak diautopsi," jelas Otto.
"Bayangkan orang mati tiba-tiba di sana lantas hakim mengatakan dia itu mati karena racun dan dia dia tahu pula itu racunnya sianida tanpa diautopsi. Bagaimana ini bisa terjadi?" tambah dia.

Tak Ada Sianida di Lambung Mirna

Jessica Kumala Wongso menjawab pertanyaan awak media saat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jakarta, Rabu (9/10/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Selain itu, Otto membeberkan, dalam lambung Mirna tak ditemukan adanya sianida. Hal tersebut terungkap saat dokter memeriksa jasad Mirna tak lama setelah dinyatakan meninggal.
"Ketika Jessica dituduh melakukan pembunuhan, Mirna dibawa ke rumah sakit. Kemudian dokter memeriksa cairan di lambungnya, 70 menit setelah meninggal, ternyata hasilnya negatif sianida," ungkap Otto.
Namun berselang 3 hari kemudian, sesaat sebelum jasad Mirna dikubur, ditemukan adanya kandungan sianida sebesar 0,2 mg di lambungnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau umpamanya dia sudah mati, di sini sianidanya tidak ada 70 menit, tiga hari kemudian ada, itu darimana jalannya? Bagaimana bisa dari tiada menjadi ada?" ujar Otto.

Kata Jessica

Jessica mengatakan, upaya PK adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkannya. Ia mengaku terkejut dengan teman-teman baru yang didapat belakangan.
"Kaget ya waktu pertama kali dengar, sampai ya nggak bisa berkata-kata. Tapi ya saya bersyukur temuan-temuan tersebut ya ditemukan," ucap Jessica.
Saat disinggung soal adanya dugaan rekayasa, Jessica enggan menjawabnya secara gamblang. Ia hanya berharap PK ini bisa dikabulkan.
"Saya hanya bisa berdoa aja, kalau masa depan gak ada yang tahu," ucap dia.

Sekilas Kasus

Jessica divonis bersalah atas kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin pada 2016 silam. Kasusnya mencuat karena pembunuhan menggunakan racun sianida.
ADVERTISEMENT
Kasus tersebut terjadi pada 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Mirna meninggal dunia usai meminum es kopi Vietnam yang dipesan Jessica dari kafe tersebut.
Pembunuhan diduga dilakukan menggunakan sianida yang disebut dicampurkan ke dalam kopi yang diminum oleh Mirna.
Atas perbuatannya, Jessica dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun. Bahkan hingga tingkat kasasi dan vonisnya berkekuatan hukum tetap. Ia juga sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya pada 2017 silam.
Satu tahun bergulir, MA akhirnya menolak PK yang diajukan oleh Jessica. Dengan putusan tersebut, Jessica tetap dihukum penjara selama 20 tahun. Kini dia tengah menikmati bebas bersyarat usai menjalani hukuman penjara selama 8,5 tahun. Total dia mendapatkan remisi sebanyak 58 bulan 30 hari.
ADVERTISEMENT