Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 12,8 Miliar

22 Juli 2021 19:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nurdin Abdullah menerima penghargaan dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) tahun 2017. Foto: Bung Hatta Anti-Corruption Award
zoom-in-whitePerbesar
Nurdin Abdullah menerima penghargaan dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) tahun 2017. Foto: Bung Hatta Anti-Corruption Award
ADVERTISEMENT
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menjalani sidang dakwaan pada hari ini, Kamis (22/7) di Pengadilan Negeri Makassar. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Nurdin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 12,8 miliar dari sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Untuk suap, Nurdin diduga SGD 150 ribu dan Rp 2,5 miliar dari pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba Agung Sucipto. Suap tersebut diterima untuk memenangkan perusahaan Agung dalam proyek di Dinas PUTR Sulsel.
Selain itu, suap itu agar Nurdin memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Sulsel terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021. Penerimaan suap dilakukan melalui Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat.
Sementara untuk gratifikasi, Nurdin Abdullah didakwa menerima Rp 6,587 miliar dan SGD 200 ribu selama menjabat sebagai Gubernur Sulsel 2018-2023.
Atas perbuatannya, Nurdin Abdullah didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Nurdin menghadapi ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Tersangka Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (kiri) berjalan untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (9/6). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO

Rangkaian Penerimaan Suap

Bermula pada awal tahun 2019. Saat itu, Agung meminta bantuan Nurdin agar perusahaan miliknya mendapat proyek pemerintahan.
"Saat itu Terdakwa menerima uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dari Agung Sucipto. Terdakwa berjanji akan mengusahakan agar perusahaan milik Agung bisa mendapat proyek," kata jaksa KPK.
Selain itu, Nurdin juga menyampaikan kepada Agung jika ingin memberikan sesuatu nanti bisa melalui Edy Rahmat.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Nurdin Abdullah menempatkan sejumlah orang kepercayaannya di Pemprov Sulsel. Mereka merupakan orang kepercayaan Nurdin sejak menjabat Bupati Bantaeng. Yakni Sari Pudjiastuti selaku Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda dan Edy Rahmat sebagai Kasi Bina Marga Dinas PUTR.
ADVERTISEMENT
Pada Oktober-November 2019, Nurdin meminta Sari Pudjiastuti untuk memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang dilakukan di lingkungan Biro Pengadaan Barang dan Jasa, di antaranya Agung Sucipto.
Pemenangan itu untuk pengerjaan Paket Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan tahun anggaran 2020. Sari lalu melakukan hal tersebut.
"Sari menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 agar memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto yaitu PT Cahaya Sepang Bulukumba dalam pelelangan menyampaikan kepada seluruh Anggota Pokja 2 tersebut, agar memenangkan perusahaan ini. 'Ini ada atensi dari Bapak' dan atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 2 menyanggupinya," ujar jaksa.
Pada 8 Juni 2020, diumumkan pemenang lelang Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan TA 2020 dengan nilai anggaran Rp 16.367.615.000 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai kontrak sebesar Rp 15.711.736.067,34.
ADVERTISEMENT
Setelah Sari Pudjiastuti diangkat menjadi Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa pada Agustus 2020, Sari kembali dipanggil ke rumah pribadi Nurdin Abdullah di Perumahan Dosen Unhas Makassar terkait percepatan tender tahun 2020.
Ketika itu, Sari diingatkan agar penyerapan anggaran maksimal. Sari mengusulkan pekerjaan yang bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Terdakwa meminta Sari Pudjiastuti agar memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang di antaranya adalah Agung Sucipto untuk paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020," ujar jaksa.
Sari kembali melaksanakan pesan tersebut dan meminta Pokja 7 untuk memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto, dengan mengatakan "Ini titipan Bapak". Atas arahan tersebut, seluruh anggota Pokja 7 menyanggupinya.
ADVERTISEMENT
Pada 2 Desember 2020, diumumkan pemenang lelang paket jalan ruas Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020 dengan pagu anggaran Rp 19.295.078.867,18 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan kontrak sebesar Rp 19.062.235.132,34.
Setelah pemenang diumumkan, Sari menerima uang sebesar Rp 60 juta dari Agung di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang. Uang dibagikan kepada anggota Pokja 7.
Selanjutnya pada 19 Februari 2021, Agung Sucipto menghubungi Edy Rahmat dan menyampaikan agar proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai TA 2021 senilai Rp 26.551.213.000 yang diajukan Bupati Sinjai Andi Seto Gadhista Asapa disetujui.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bila bantuan disetujui, maka yang akan mengerjakan proyek tersebut adalah Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, Agung Sucipto juga menjanjikan akan memberikan 'fee' sejumlah 7 persen kepada terdakwa jika bantuan disetujui dan dikucurkan Pemprov Sulawesi Selatan kepada pemkab Sinjai," ungkap jaksa.
Atas permintaan Agung, Edy lalu menyampaikan kepada Nurdin. Hal itu disetujui Nurdin.
"Masih di bulan Februari 2021, terdakwa memanggil Edy Rahmat ke rumah jabatan gubernur dan meminta Edy menyampaikan kepada Agung bahwa terdakwa memerlukan uang itu, dengan kalimat 'tolong sampaikan ke Agung, kita ini mau bantu relawan' yang kemudian dijawab oleh Edy Rahmat 'Siap, nanti saya sampaikan ke Pak Agung'," kata jaksa.
Edy lalu menyampaikan pesan Nurdin itu, dengan kalimat "Ada penyampaian dari Pak Gub, ada keperluan untuk membantu relawan', dan dijawab oleh Agung "Oh iya.. nanti kalau sudah ada saya kabarin".
ADVERTISEMENT
Pada 21 Februari 2021, Agung lalu menyiapkan uang sejumlah Rp 2,5 miliar. Rinciannya sebesar Rp 1,45 miliar dari rekening pribadi Agung dan Rp 1,05 miliar dari Harry Syamsuddin.
Tersangka Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/3/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Agung lalu menyerahkan uang itu kepada Edy Rahmat di pinggir jalan tidak jauh Rumah Makan Nelayan Makassar. Uang dikemas dalam koper hijau dengan total uang Rp 2 miliar dan tas ransel hitam dengan total uang Rp 500 juta serta 3 bundel Proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sinjai TA 2021.
Namun, karena sudah malam, maka Edy pulang ke rumahnya dengan membawa uang dan proposal. Tidak lama kemudian, petugas KPK mengamankan Edy Rahmat beserta uang dan proposal. Selanjutnya petugas KPK juga mengamankan Nurdin serta Agung Sucipto.
ADVERTISEMENT
Total suap yang diterima oleh Nurdin Abdullah adalah SGD 150 ribu dan Rp 2,5 miliar dari Agung Sucipto.

Gratifikasi

Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 6,587 miliar dan SGD 200 ribu terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulsel periode 2018-2023.
Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
"Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya berjumlah Rp 6.587.600.000 dan SGD 200.000, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku Gubernur Sulawesi Selatan periode tahun 2018 sampai dengan 2023," pungkas jaksa KPK.