Nurdin Abdullah Kena OTT KPK, BW Sebut 5 Fakta Korupsi yang Selalu Berulang

27 Februari 2021 14:10 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Widjojanto. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Widjojanto. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah. Ia ditangkap di rumah dinasnya pada Sabtu (27/2) dini hari.
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto atau kerap disapa BW, mengapresiasi kinerja penyelidik dan penyidik KPK yang berhasil melakukan OTT tersebut.
"Ucapan proviciat perlu dihaturkan, penyelidik dan penyidik senior dan timnya di KPK masih bertaji untuk kepentingan kemaslahatan kendati harus terus menerus ditimpa tekanan karena 'digerogoti, diganggu dan diguncang' kesabaran dan kesadarannya," kata BW dalam keterangannya.
BW membeberkan ada 5 fakta korupsi yang selalu berulang, termasuk diduga terjadi di kasus Nurdin Abdullah. BW menyebut, hal itu seperti menegaskan adanya pola dalam tindakan korupsi.
"Ada 5 fakta korupsi yang selalu saja tanpa jeda berulang dalam kasus dugaan korupsi Nurdin Abdullah, sekaligus menegaskan pola kejahatan korupsi," ucapnya.
Pertama, BW menyinggung soal adanya mega proyek. Dia menyinggung soal Makassar New Port (MNP) yang diduga menjadi pintu masuk kejahatan korupsi. Proyek ini, kata BW, nilainya capai Rp 2,8 triliun.
ADVERTISEMENT
Kedua, pihak yang diamankan dalam OTT selalu hampir sama, yakni terdiri dari kontraktor dan ASN yang menjadi pejabat struktural Pemprov. "Ada pihak kontraktor itu selalu punya relasi yang bersifat 'istimewa' dengan Kepala daerah," kata BW.
Ia menyebut terdapat inisial AS yang diamankan KPK dalam rangkaian OTT Nurdin Abdullah. BW menduga AS merupakan pemilik PT Agung Perdana Bulukumba yang sudah menjadi langganan Nurdin Abdullah di beberapa tender proyek dalam belasan tahun terakhir, sejak Nurdin jadi Bupati Bantaeng.
"Ada korporasi yang diduga terafliasi PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari Tim Sukses Nurdin di Pilkada," kata dia.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketiga, BW menyebut Sumber Daya Alam (SDA) selalu jadi sasaran empuk untuk dikorupsi melalui sektor perizinan. Ia menyebut, fakta ini menegaskan bukan penyederhanaan yang perlu dapat fokus perhatian tapi 'jual beli' kewenangan yang harus diawasi dan terus diberantas.
ADVERTISEMENT
"Pada konteks ini, Quo Vadis UU Omnibus Law," kata BW.
Keempat, rekam jejak digital korporasi yang BW sebutkan sebelumnya sudah punya masalah tapi punya indikasi terus 'dipelihara'. Misalnya, korporasi terlibat dalam perkara di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
BW menyebut PT Agung Perdana Bulukumba menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi objek baik dalam Perkara No. 16/KPPU-I/2018 maupun Perkara No. 17/KPPU-I/2018.
Kelima, kata BW, pelaku kejahatan korupsi selalu saja menjadi bagian dari The Ruling Party atau bagian dari kekuasaan. Dalam hal ini, Nurdin Abdullah, menjadi kepala daerah diusulkan dan didukung oleh PDIP
Selain itu, BW juga mengomentari terkait dengan sejumlah penghargaan yang didapatkan oleh Nurdin Abdullah. Seperti Bung Hatta Anti-Corruption Award dan Penghargaan Tempo, 10 Kepala daerah Teladan hingga Good Governance Award 2020.
ADVERTISEMENT
"Kita akan lihat, apakah pemberi penghargaan, punya ' keberanian moral' untuk mencabut seluruh gelar kehormatan itu," ucapnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
BW menduga, kasus ini tak hanya suap uang satu koper sebesar Rp 1 miliar yang sudah diamankan KPK di Rumah Makan Nelayan Jalan Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Ia berharap KPK bisa mengusut hal tersebut.
"Karena korupsi adalah kejahatan yang terorganisir yang terjadi dalam rentang waktu yang sudah lama. Semoga penyidikan KPK, mau dan mampu mengungkap itu semua," pungkas BW.
Saat ini, KPK tengah memeriksa intensif Nurdin Abdullah bersama dengan 5 orang yang terjaring OTT lainnya. Pemeriksaan dilakukan 1x24 jam. Setelahnya, KPK akan menentukan apakah Nurdin Abdullah dan 5 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.
ADVERTISEMENT