Nurdin Abdullah, Tokoh yang Dikenal Bersih-Inovatif dan Biaya Pilkada Mahal

28 Februari 2021 17:29 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel ini dikenal sebagai tokoh bersih dan inovatif. Deretan penghargaan antikorupsi dia raih. Tapi siapa sangka akhirnya terjerat KPK.
ADVERTISEMENT
Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Indonesia Egi Primayogha, Nurdin Abdullah selama ini dia dikenal sebagai figur bersih dan inovatif.
Pada tahun 2017, Nurdin pernah diberikan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng dan predikat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik dari Ombudsman RI. Ia juga pernah menerima penghargaan Tokoh Perubahan dari surat kabar Republika.
"Namun dari kasus ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa pengawasan publik tidak sepatutnya melemah ketika terdapat sosok yang dikenal bersih dan inovatif menduduki posisi pejabat publik," jelas Egi, Minggu (28/2).
Egi menjelaskan, penetapan tersangka Nurdin sudah semestinya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri aspek-aspek lain yang berkaitan.
Pertama adalah pentingnya penelusuran aliran dana dari uang suap yang diduga diterima oleh Nurdin. KPK perlu menelusuri hal tersebut untuk membuktikan apakah ada pihak lain yang turut menikmati uang tersebut, baik individu, atau organisasi seperti partai politik.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (kiri) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Jika terbukti, maka pihak-pihak tersebut patut untuk ikut dijerat. Penelusuran itu menjadi penting mengingat biaya politik dalam kontestasi pemilu di Indonesia teramat mahal," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Egi melanjutkan, untuk menutupi kebutuhan pemilu, kandidat pejabat publik seperti kepala daerah kerap menerima bantuan dari pengusaha.
"Kandidat juga perlu memberikan mahar politik kepada partai politik. Sehingga saat menjadi pejabat publik, ia akan melakukan berbagai upaya untuk melakukan 'balas budi' ataupun memfasilitasi permintaan dari pihak-pihak tersebut. Upaya tersebut di antaranya adalah praktik-praktik korupsi," beber Egi.
Yang kedua, lanjut Egi, KPK perlu mendalami dugaan keterlibatan Nurdin dalam proyek-proyek infrastruktur lainnya.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (kiri) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Nurdin pernah disebut-sebut memanfaatkan kewenangannya dalam memberikan AMDAL terhadap dua perusahaan pertambangan pasir, yaitu PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. Nurdin diduga menekan bawahannya agar perusahaan tersebut mudah mendapatkan AMDAL.
"Perusahaan tersebut lalu diketahui terafiliasi dengan dirinya dan berisikan orang-orang yang pernah menjadi tim sukses dalam kontestasi pilkada. Perusahaan itu juga diketahui akan memasok kebutuhan proyek infrastruktur Makassar New Port yang merupakan proyek strategis nasional," urai dia.
ADVERTISEMENT
Egi menekankan, kasus Nurdin Abdullah juga menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap proyek-proyek infrastruktur secara keseluruhan.
"Pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang masif dan menyebar di seluruh Indonesia telah menjadi prioritas Presiden Joko Widodo. Namun kita perlu melihat bahwa nafsu untuk membangun infrastruktur justru dapat berimbas pada munculnya praktik-praktik korupsi yang meluas, bagi-bagi konsesi, serta kerugian bagi warga yang berlokasi di sekitar proyek infrastruktur," urainya lagi.
Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar Rp 5,4 miliar terkait proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Dinas PUTR Sulawesi Selatan, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto. Edy disebut sebagai anak buah Nurdin, sementara Agung diduga merupakan pemberi suap kepada Nurdin.
ADVERTISEMENT