Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Nurul Ghufron Maju Lagi Jadi Capim KPK, IM57+: Tak Beri Teladan
16 Juli 2024 20:56 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kembali memutuskan untuk maju lagi menjadi calon pimpinan (Capim) KPK 2024–2029.
ADVERTISEMENT
IM57+ Institute—organisasi pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh korban Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK—, menyebut bahwa pencalonan itu makin menjelaskan kualitas diri Ghufron yang tak memberikan teladan bagi pegawai KPK.
"Saya tidak kaget ketika Nurul Ghufron mencalonkan diri kembali meskipun saat ini sedang terjerat kasus kode etik di Dewas KPK," kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha dalam keterangannya, Selasa (16/7).
"Makin menjelaskan kualitas dirinya yang sama sekali tidak memberikan contoh teladan bagi para pegawai KPK," sambung dia.
Padahal, kolega Ghufron yang kini menjabat sebagai Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menyebut tidak berniat mendaftar untuk menjadi pimpinan lembaga antirasuah lagi.
Nawawi tak mengungkap alasan mengapa ia tak mendaftar. Dia hanya menyebut, sudah terlalu banyak persoalan di KPK.
ADVERTISEMENT
Praswad pun menilai Nawawi lebih tahu diri ketimbang Ghufron kendati minim tersandung etik.
"Meskipun dia [Nawawi] lebih minim catatan etiknya, tetapi tetap sadar dan merasa gagal selama menjadi pimpinan KPK pada periode 5 tahun terakhir ini," ujar dia.
Sorotan pun tertuju kepada panitia seleksi (Pansel) Capim dan Dewas KPK. Dengan masalah etik yang menimpa, Pansel diuji integritasnya jika tetap meloloskan Ghufron.
"Apabila pelanggar kode etik lolos, berarti memang Pansel tidak berfungsi dan hanya sekadar formalitas belaka," imbuh Praswad.
Eks penyidik KPK itu juga menekankan Pansel mesti menelusuri rekam jejak para pendaftar. Termasuk, untuk mencoret calon yang bermasalah sejak tahapan awal.
Hal ini berkaca pada seleksi Capim KPK lima tahun lalu. Saat itu, Pansel dinilai tidak mendengar masukan publik hingga akhirnya menghasilkan produk pimpinan yang terjerat etik.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Kedua bekas pimpinan KPK ini sama-sama dietik karena dugaan penerimaan gratifikasi, bahkan Firli sudah ditetapkan tersangka dugaan pemerasan.
"Tidak boleh lagi ada calon-calon pimpinan seperti Firli Bahuri yang memiliki catatan rekam jejak yang buruk lolos menjadi pimpinan KPK, bahkan menjadi Ketua KPK," tuturnya.
"Dan konsekuensinya kita rasakan sekarang ini, tercoretnya muruah lembaga karena pimpinan KPK justru menjadi tersangka pemerasan atas kasus yang sedang ditangani KPK," lanjut dia.
Lebih lanjut, Praswad juga menekankan peran penting Presiden Jokowi dalam pemilihan Capim KPK ini. Pasalnya, Pansel adalah tim yang dibentuk Jokowi untuk menentukan pimpinan KPK lima tahun mendatang.
"Apabila calon bermasalah seperti Nurul Ghufron lolos, berarti memang model pimpinan seperti itulah yang menjadi pilihan Presiden Jokowi. Dalam kondisi yang seperti itu, tidak ada lagi harapan bagi KPK untuk hidup," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Ghufron merupakan akademisi di Universitas Jember, terpilih menjadi salah satu pimpinan KPK melalui seleksi pansel dan fit and proper test di DPR RI pada 2019.
Sementara, Tanak menjadi pimpinan KPK menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mundur dari jabatannya saat berhadapan dengan sidang etik di Dewas KPK. Tanak adalah pensiunan jaksa.