Oase Hijau di Tengah Kota Depok

31 Desember 2019 18:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KBA Depok. Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Lalu lalang berbagai jenis kendaraan menyisakan asap berbaur debu, mengepul, memenuhi udara di sepanjang Jalan Juanda Depok. Suasana bising dan kondisi berdebu sudah menjadi pemandangan saban hari di jalan yang menghubungkan Jalan Raya Bogor dan Margonda.
Sekitar seratus meter dari pinggir jalan raya yang bising itu, di sebelah selatan, terdapat sebuah kampung yang kondisinya amat berbeda. Orang menyebutnya RW Hijau 16. Lokasinya berada di RW 16, Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat.
Sepadan dengan julukannya, RW 16 terlihat asri dan hijau. Sepanjang mata memandang membentang pepohonan hijau menyejukkan. Seperti sebuah oase di tengah gurun yang panas.
Pagi itu, cuaca cerah. Seperti biasanya, warga RW 16 memulai aktivitas. Ibu-ibu berbelanja sambil mengobrol satu sama lain, ada pemuda yang sedang mencuci kendaraannya, ada juga beberapa warga yang terlihat sibuk menyiram tanaman di depan rumahnya. Memasuki kawasan 'jantung' RW Hijau di Jalan Saminten III, suasana sejuk dan asri makin terasa. Pergola yang ribun pepohonan memayungi jalan, pepohonan hijau tumbuh subur di rumah-rumah yang berdempetan, seperti sambung-menyambung tak putus dari ujung hingga ke ujung.
Jalan Saminten III yang disebut juga Gang Toga di KBU Depok Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Di jalan sepanjang 100 meter dengan lebar 3 meter ini dikenal dengan Gang Toga atau Tanaman Obat Keluarga. Hampir setiap rumah di gang ini menanam toga di halamannya. Salah satu rumah didapuk menjadi rumah hijau karena banyaknya tanaman di sana. Rumah itu milik Dwi Hastuti, pensiunan Kepala Sekolah SD Duren Tiga 13. Dwi merupakan pelopor kawasan hijau di RW 16 bersama dengan Ketua RW Sumarno.
Dwi bercerita, untuk menjadikan lingkungannya hijau seperti saat ini butuh perjuangan panjang. Kisahnya dimulai pada tahun 1980an. Kala itu kawasan RW 16 merupakan lokasi pembangunan Perumnas Depok II Timur. Lahan masih banyak yang kosong dan ditumbuhi ilalang-ilalang dan gersang.
Dia dan suami menjadi rombongan awal yang pindah ke Perumnas. Listrik belum menyala, air PAM juga belum mengalir. Saat itu, Dwi dan beberapa tetangganya mendapat jatah satu pompa air untuk digunakan bersama-sama. Setiap hari dia harus berangkat subuh-subuh mengambil air untuk persediaan di rumah.
"Waktu awal-awal pindah itu semuanya masih mentah," kata Dwi mengingat perjuangannya kala itu kepada kumparan di rumahnya, Senin (30/12).
Dwi Hastuti, penggerak lingkungan hijau di KBA Depok Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Sistem administratif juga belum tertata, belum ada RT ataupun RW. Warga yang jumlahnya masih sedikit juga sebagian besar bekerja, mereka berangkat pagi dan pulang malam. Sehingga tidak terlalu fokus pada penghijauan lingkungan.
"Kita kan orang urban, pagi berangkat kerja, pulang sudah malam. Kalau siang itu rasanya panas banget, matahari rasanya deket banget sama kita. Betul-betul gersang," katanya.
Seiring berjalannya waktu, di tahun 1984, Dwi merasa lingkungannya butuh tanaman untuk penghijauan. Apalagi saat orang tua dan mertuanya sakit mata ketika berkunjung ke rumahnya karena polusi udara di wilayahnya yang gersang. Dwi kemudian berinisiatif menanam pohon, langkah awal dimulai dengan menanam pohon di pot.
"Saya mulai taruh itu pot satu, terus satu lagi dan sampai banyak," katanya.
Memasuki tahun 1990, sudah ada perangkat RT dan warga lainnya sudah mulai ikut menanam di halaman rumah. Gerakan penghijauan semakin masif di tahun 2003, kala itu ada lomba K3 (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban) tingkat RT yang digelar pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI.
Momentum ini dimanfaatkan Dwi untuk mengajak warga di rumahnya, RT 06 RW 16 agar ikut berpartisipasi dalam lomba. Sesuai dengan aspek penilaian lomba yakni harus ada tanaman hias, tanaman obat keluarga (toga), tong sampah, biopori dan bendera, maka lingkungan RT 06 mulai menghias diri.
"Waktu itu kita menang juara 1," ucap perempuan empat anak ini.
Lomba antar RT itu terus dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus, dan setiap tahunnya, RT tempat tinggal Dwi selalu menyabet gelar juara. Hal itu membuat warga di sekitar semakin semangat melakukan penghijauan. Perjuangan mereka terus membuahkan hasil. Pada 2010 RW 16 mendapat juara 2 Lomba RW Hijau Lingkungan tingkat Kota Depok. Tahun 2011 naik peringkat menjadi juara 1 Lomba RW Hijau dan mewakili Kota Depok dalam penilaian Adipura, Kota Sehat dan Kampung Iklim.
Mural di pinggir jalan Saminten VII KBA Depok Foto: Salmah Muslimah/kumparan
RW hijau 16 terus menata diri. Dwi bersama dengan kader PKK dibantu RT dan RW melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada warga tentang bagaimana pentingnya penghijauan lingkungan di tengah perubahan iklim.
Meski awalnya ada yang tidak mendukung, namun dengan sosialisasi terus menerus akhirnya warga bisa mengerti dan ikut terlibat dalam program-program yang ada. Terbukti pada tahun 2013, RW 16 menyabet juara 1 lomba Hatinya PKK (Halaman Asri Tertib, Indah dan Nyaman) tingkat provinsi, dan pada tahun 2014 berhasil meraih juara 2 lomba tanaman obat keluarga tingkat Kotamadya.
Lomba tanaman obat keluarga itu menjadi cikal bakal lahirnya Gang Toga di Jalan Saminten III. Saat itu untuk bisa menyabet gelar juara, harus ada 50 jenis tanaman obat dan 5 di antaranya menjadi tanaman wajib.
"Waktu itu kurang tanaman Jati Belanda saya cari sudah banget, akhirnya dapat juara 2," kata Dwi. Namun saat ini, lanjut Dwi, di Gang Toga sudah ada 75 tanaman obat.
Jadi Binaan Astra
Di medio 2014, Dwi yang sedang bersantai di rumahnya didatangi sejumlah pemuda yang mengaku dari Astra. Mereka bertanya tentang kegiatan dan penghijauan di lingkungan Dwi. Setelah berbincang-bincang, mereka pamit pulang sambil meminta nomor ponsel Dwi.
Tidak lama setelah itu, Dwi dihubungi pihak Astra. Dari ujung telepon, pihak Astra meminta Dwi mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pelajaran membaca oleh mahasiswa-mahasiswa dari UI. Ibu-ibu juga ditawarkan untuk belajar keterampilan dari kertas koran, semua perlengkapan sudah disiapkan dan tanpa bayaran sepeserpun.
"Mungkin itu uji coba buat saya, nggak ada info soal pembinaan saat itu. Nah tahun 2015 awal itu baru dibilang kalau jadi binaan Astra bagaimana," kisah Dwi.
Tepat tanggal 27 Februari 2015, Dwi dan pengurus RW menandatangi MoU Kampung Berseri Astra (KBA) di kantor Astra di Sunter, JakartaUtara. Saat itu belum ada gambaran apa yang akan didapat. Hanya satu yang diingat Dwi yakni, "No cash money," katanya.
Astra mulai menjalankan program 4 pilarnya di KBA Depok yakni: Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan dan Kewirausahaan. Di bidang kesehatan pembinaan dilakukan dengan program pelatihan kader Posyandu dan Posbindu. Pemberian perlengkapan kesehatan, seperti timbangan dan alat ukur kadar lemak, asam urat dan kolesterol.
Kegiatan posyandu di KBA Depok Foto: Dok KBA Depok
Setiap tahun, ada evaluasi terkait program yang dilaksanakan oleh Astra. Khusus untuk Posyandu KBA Depok pernah meraih juara 3, dan juara 2 untuk kategori Kader Avicenna yakni penilaian yang fokus pada pribadi dan aktivitas kader Posyandu.
Tahun ini, lanjut Dwi, KBA Depok mulai menjalankan program Posyandu Mengimbas, yakni memberikan pembinaan kepada Posyandu di sekitar agar mendapat pengetahuan yang sama dengan posyandu di KBA.
"Kita mulai dengan posyandu di tetangga. Penggunaan alat kesehatan, konseling dan penyuluhan kader harus tahu bagaimana cara penyampaian," kata Dwi.
Bank Sampah Bawa Berkah
Bukan hanya kesehatan, pembinaan di KBA Depok juga meliputi bidang lingkungan dengan memberikan pelatihan dan bantuan perlengkapan untuk penghijauan serta kebersihan lingkungan. Seperti Tempat Penampungan Air Hujan (PAH) yang airnya bisa digunakan untuk kebutuhan menyiram tanaman, tong komposter dan lainnya.
Penampung Air Hujan (PAH) di KBA Depok Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Program lainnya yang saat ini berjalan dengan baik adalah Bank Sampah. Lokasi Bank Sampah berada di depan Gang Toga dan didirikan di atas lahan rumah kosong.
Ketua RW 16 Sumarno di Bank Sampah Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Untuk Bank Sampah, warga atau yang disebut nasabah bisa menyetor sampah yang sudah dipilah ke Bank Sampah setiap hari Jumat. Petugas nanti akan mencatat jumlah kilogram sampah yang disetor. Sampah-sampah itu nantinya akan dijual kepada tengkulak dan uangnya akan disimpan. Setahun sekali baru akan dibagikan kepada nasabah. Dari sampah jadi berkah.
“Hasil tabungan itu ditebok menjelang hari Raya, bentuknya ada uang atau sembako untuk diberikan kepada nasabah,” kata Sumarno, Ketua RW 16 yang juga Penanggungjawab Kegiatan KBA Depok saat ditemui kumparan di kebunnya, di Jalan Saminten, Depok.
Warga menyetor sampah ke Bank Sampah KBA Depok Foto: Dok KBA Depok
Di bidang kewirausahaan, warga RW 16 diberikan pelatihan membuat produk dari sisa-sisa barang tak terpakai. Contohnya yang dilakukan Iboh bersama dengan kelompok ibu-ibu PKK. Mereka merintis Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) suvenir boneka ondel-ondel dari botol bekas. Sepasang ondel-ondel dijual seharga Rp 50 ribu. Dalam sebulan bisanya bisa terjual 50 pasang. Selain produksi, pengemasan dan pemasarannya juga dilatih oleh tim dari KBA.
Boneka ondel-ondel dari botol bekas kreasi ibu-ibu di KBA Depok. Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Produk lain yang dibuat oleh KBA Depok adalah makanan seperti keripik dari daun sambung nyawa dan cheese stik daun katuk. Makanan itu dipasarkan di bazar-bazar atau bisa juga dipesan untuk acara khusus.
Selain program 4 pilar, KBA Depok juga menggelar kegiatan sosial lewat Pasar Murah Ramadhan yang dilakukan sejak tahun 2017. Astra memberikan 500 paket sembako untuk dijual kepada warga di lingkungan KBA dengan harga Rp 50 ribu per paket. Harga aslinya diperkirakan sekitar RP 100 ribu.
“Hasil penjualan paket sembako tersebut dibagi dua, 50 persen diserahkan ke yayasan yatim piatu atau tempat ibadah yang membutuhkan dan sisanya untuk kas KBA, setelah dipotong biaya operasional penyelenggaraan pasar murah,” jelas Dwi.
Beasiswa Lestari Penyambung Asa
Tahun 2015 menjadi tahun ujian bagi Ira Ariyanti. Suami perempuan berusia 40 tahun itu meninggal dunia karena sakit. Sejak saat itu, Ira harus berjuang untuk memenuhi segala kebutuhan dia dan kedua anaknya sendiri.
Ira yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga harus putar otak bagaimana caranya agar bisa mengumpulkan pundi-pundi uang agar dapur keluarganya tetap ngebul. Dia bekerja apa saja, mulai dari jualan gorengan, pakaian, membuat nasi boks untuk hajatan dan lainnya.
"Saya suka jualan, dagang apa saja yang bisa dijadikan duit. Baju, kadang ada teman minta dibuatkan kue, yang penting halal dan bisa menyambung hidup," kata Ira saat diwawancarai kumparan, Senin (30/12/2019).
Ira bertekad, meski hidup sebagai orang tua tunggal tetapi masa depan pendidikan kedua anaknya harus tetap berjalan. Anaknya, Rafa Taufikurahman saat ini duduk di kelas 6 SD dan Kifa Salsabila Putri kelas 2 SMP. Apapun dilakukan agar kedua buah hatinya bisa tetap sekolah.
Ira dan kedua anaknya, Rafa dan Kifa Foto: Istimewa
Di tahun 2017, beban Ira untuk membiayai sekolah anaknya akhirnya berkurang. Perempuan yang aktif sebagai kader PKK RW 16 ini mendapat tawaran beasiswa Lestari Lazis Astra untuk kedua anaknya.
"Waktu itu anak saya kan yatim dan saya janda jadi ditawarin," katanya.
Ira merasa sangat bersyukur dan terbantu dengan adanya beasiswa Lestari. Apalagi bukan hanya uang yang diberikan tapi juga pembangunan karakter. Seperti yang baru-baru ini dilaksanakan pada 25 Oktober 2019 lalu lewat program Lestari Cup. Semua penerima beasiswa Lestari Astra dikumpulkan untuk diajak bergembira bersama dengan memainkan permainan tradisional.
Kedua anak Ira ikut dalam ajang Lestari Cup, si bungsu Rafa dan timnya berhasil menyabet juara 4 dan membawa hadiah uang tunai Rp 500 ribu. "Lestari Cup kemarin seru banget, saya kan ikut anter ya. Itu anak-anak banyak yang excited dan senang banget, ada hadiahnya juga," katanya sumringah.
Rafa Taufikurahman (tengah) menerima hadiah di Lestari Cup Foto: Ira Ariyanti (dok pribadi)
Selain Rafa dan Kifa, Di KBA Depok ada 31 anak lainnya yang menerima beasiswa Lestari. Mulai dari tingkatan SD, SMP, SMA dengan jumlah beasiswa berbeda-beda setiap jenjangnya. Di level SMA, bukan hanya biaya sekolah yang diberikan, tetapi juga pembiayaan bimbel agar bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sebab, beasiswa ini bisa tetap lanjut bila sang anak diterima di PTN. Syarat untuk menerima beasiswa juga tidak sembarang yakni yatim, yatim piatu, tidak mampu, berprestasi dan harus warga KBA.
Beasiswa Lestari Lazis Astra merupakan salah satu dari program 4 pilar Corporate Social Responsibility (CSR) Astra di bidang pendidikan. Selain beasiswa, Astra juga berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia lewat pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melalui “Senyum SAPA” atau sahabat PAUD Astra dan pembinaan sekolah Adiwiyata maupun peningkatan mutu pendidikan kejuruan. Pembinaan PAUD dipilih karena pendidikan dan pembelajaran yang tepat harus dimulai sejak usia dini.
Keceriaan anak-anak di PAUD KBA Depok Foto: Dok KBA Depok
Di KBA Depok, ruang belajar PAUD sudah punya pagar, berkanopi dan perlengkapan belajarnya juga memadai. Guru-gurunya juga sering mengikuti pelatihan dari Astra. Tahun 2017 PAUD di KBA Depok masuk 6 besar berdasarkan penilaian evaluasi dari Astra. Saat itu Dwi Hastuti dan seorang guru PAUD berangkat ke Balikpapan untuk presentasi dan seminar.
"Kita masuk 6 besar dan dapat dana bantuan Rp 3 juta. Dan bukan cuma uang yang kita dapat, tapi kita bisa bergaul dengan teman-teman KBA lain. Di situ saya baru tahu, kalau kita mau dibantu Astra, berprestasilah," ucap Dwi.
Naik Level Kencana
KBA Depok. Foto: Salmah Muslimah/kumparan
KBA Depok sudah bergabung dengan Astra selama 5 tahun. Dalam kurun waktu itu status KBA Depok sudah berada di level empat yakni Utama. Dwi dan Sumarno berharap kampungnya bisa naik level menjadi bintang Kencana.
"Tingkatannya itu kan Pratama, Madya, Nindya, Utama, dan Kencana. Kita harap bisa naik ke level Kencana," kata Sumarno.
Hal senada diungkapkan oleh Yulika Rinjani, Supervisor Program Kampung Berseri Astra. Menurut Yulika, KBA Depok sudah baik dalam menjalankan program-programnya. Di tahun kelima diharapkan KBA Depok sudah bisa mandiri dan memberikan dampak bagi lingkungan sekitar. "Mereka jadi kampung yang mandiri, programnya tetap lanjut dan bisa menginspirasi kampung lain," kata Yulika.
Sesuai dengan visi Astra tahun 2020 yaitu menjadi kebanggaan bangsa (Pride of The Nation). Bagi Astra kegiatan bisnis tidak lepas dari lingkungan dan masyarakat sekitar. Perusahaan tidak hanya menghasilkan keuntungan sendiri tetapi juga harus berkelanjutan dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
"Astra ingin kiprahnya itu besar dan berkembang nggak cuma di Astranya, tetapi masyarakat juga ikut merasakan manfaatnya. Jangan sampai kebanggaan itu Astra sendiri yang bilang membanggakan, kita berharapnya yang merasakan manfaatnya masyarakat itu sendiri," kata Yulika.