OJK Belajar dari Kasus Bank Century

7 April 2017 10:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bank Century (Foto: Facebook Bank Century)
zoom-in-whitePerbesar
Bank Century (Foto: Facebook Bank Century)
Sedikitnya 12 bank besar di Indonesia terindikasi sistemik. Artinya, jika perbankan tersebut mengalami gangguan likuiditas atau kolaps, maka dampaknya bisa merembet ke perbankan lain, bahkan berpotensi menimbulkan krisis di sektor keuangan.
ADVERTISEMENT
Semua pihak tentunya tak ingin kasus Bank Century kembali terjadi. Untuk itu, OJK menerbitkan tiga Peraturan OJK terkait pencegahan krisis keuangan.
Salah satu aturannya memuat tentang kewajiban bank sistemik menyusun dan membuat rencana aksi (recovery plan), baik itu menggunakan sumber daya bank itu sendiri maupun pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara atau bail in dengan sedini mungkin.
Melalui aturan tersebut, OJK juga menegaskan bahwa mulai saat ini pemerintah tidak akan menyuntikkan dana kepada perbankan yang kolaps atau disebut dengan istilah bail out, yang beberapa waktu silam terjadi pada Bank Century.
"Mereka (bank) harus buat recovery plan dan OJK akan memberikan guideline. Aturan ini diberlakukan pada bank sistemik, tapi saya melihat someday sebetulnya pendekatan ini bagus juga buat bank nonsistemik," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Gedung OJK, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (5/4).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
Belajar dari Kasus Bank Century
Pemerintah mengungkapkan ada tiga alasan yang mendasari keputusan penyelamatan Bank Century saat itu. Karena jika tidak diselamatkan, maka Bank Century akan memiliki risiko sistemik pada perbankan lainnya.
Pertama, adanya aspek penurunan kepercayaan nasabah. Bank Century yang saat itu memiliki 65 ribu nasabah dikhawatirkan akan memicu kepanikan masyarakat jika terjadi masalah pelayanan.
Kedua, penutupan Bank Century saat itu berdampak terhadap pasar keuangan. Ditambah saat itu keadaan perekonomian Indonesia sedang tidak stabil.
Ketiga, penutupan Bank Century juga berdampak terhadap sistem pembayaran. Hal ini juga berdampak pada ancaman sistem pembayaran lainnya dan menyebabkan 65 ribu nasabah Bank Century saat itu menghadapi kesulitan pembayaran.
Untuk lebih lengkapnya, berikut kronologi kasus Bank Century yang dirangkum kumparan (kumparan.com), Jumat (7/4), dari berbagai sumber:
ADVERTISEMENT
- 2004 Bank Century Intervest Corporation (CIC) milik Robert Tantular merger dengan Bank Pikko dan Bank Danpac menjadi Bank Century.
- 15 September 2008 Bank Indonesia (BI) memerintahkan pengurus Bank Century menghadirkan Robert Tantular ke BI untuk dimintai komitmen turut serta bertanggung jawab atas kelangsungan operasional Bank Century.
- 31 Oktober dan 3 November 2008 Bank Century dilaporkan mengalami masalah likuiditas yang serius. Dan manajemen Bank Century mengajukan permintaan pinjaman jangka pendek senilai Rp 1 triliun dari BI.
- 15 Oktober 2008 BI mewajibkan Robert Tantular, RAR, dan HAW untuk menandatangani Letter of Commitment (LoC) yang berisi bahwa mereka bertiga bertanggung jawab atas kelangsungan operasional Bank Century.
- BI dalam siaran persnya tertanggal 21 Januari 2010 mengatakan bahwa sejak menemukan indikasi bahwa Robert Tantular merupakan pemegang saham pengendali PT Bank Century Tbk bersama RAR dan HAW yang menguasai 70 persen saham.
ADVERTISEMENT
- 5 November 2008 Gubernur BI saat itu Boediono, memutuskan menempatkan Bank Century dengan status Dalam Pengawasan Khusus.
- 6 November 2008 karena pengajuan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FJPP), BI mulai menempatkan pengawasnya ke Bank Century. BI juga mengeluarkan surat yang melarang penarikan dana dan rekening simpanan milik pihak terkait, seperti giro, tabungan, maupun deposito, yang merupakan prosedur yang ditujukan kepada bank-bank yang berstatus Dalam Pengawasan Khusus.
- 13 November 2008 Menteri Keuangan Sri Mulyani saat itu, melaporkan masalah Bank Century kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang mengikuti pertemuan G20 di Washington D.C.
- 16 November 2008 Pemerintah mempertimbangkan bahwa pemegang saham mayoritas tidak menjalankan LoC tanggal 15 Oktober 2008, maka pada tanggal 16 November 2008 pihak-pihak tersebut diikat kembali dalam LoC kedua.
ADVERTISEMENT
- 20 November 2008 BI mengajukan permohonon cekal kepada seluruh pengurus Bank Century dan Pemegang Saham Pengendali. Permohonan Bank Indonesia itu diajukan kepada Menteri Keuangan.
- 21 November 2008 Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pertemuan dengan anggota komite termasuk Gubernur BI Boediono.
- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dibentuk berdasarkan Undang-undang mengambil alih kepemilikan bank ini dengan menguasai 90 persen lebih saham Bank Century.
- 25 November 2008 BI melapor ke Bareskrim Mabes Polri tentang dugaan tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh Robert Tantular bersama dua pemilik lainnya.
Dalam keterangannya di depan pansus Century tanggal 19 Januari 2010, mantan Kabareskrim Susno Duadjie mengatakan polisi menangkap Robert Tantular di rumahnya tanggal 25 November 2008. Susno mengaku baru bisa berkoordinasi dengan BI, dua hari setelah penangkapan tersebut.
ADVERTISEMENT
21 Oktober 2009 Pemilik baru Bank Century Tbk yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) -yang mendapatkan dana dari iuran bank-bank yang ikut mendirikannya- memutuskan mengganti nama Bank Century menjadi Bank Mutiara Tbk.