Ojol vs Debt Collector, Ingat Putusan MK Tak Boleh Tarik Kendaraan Paksa

19 Februari 2020 10:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi bentrokan antara massa debt collector dengan ojol di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi bentrokan antara massa debt collector dengan ojol di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Bentrokan terjadi di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur antara pengemudi ojek online (ojol) dengan debt collector alias mata elang. Bentrokan ini tak lain dipicu penarikan kendaraan secara paksa oleh mata elang.
ADVERTISEMENT
Tampaknya, leasing atau kreditur harus memberi pendidikan dan sosialisasi lebih kepada para mata elang terutama soal aturan dalam menarik sepeda motor yang dianggap menunggak. Sebab, keputusan Mahkamah Konstitusi secara tegas mengatakan, penarikan kendaraan harus melalui pengadilan.
Aturan itu tertuang dalam putusan nomor 18/PUU-XVII/2019. Dalam putusan itu menyatakan kreditur (leasing) tidak bisa lagi secara sepihak mengeksekusi atau menarik objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah, hanya berdasar sertifikat jaminan fidusia.
Putusan ini lahir atas dikabulkannya gugatan yang diajukan pasangan suami istri, Suri Agung Prabowo dan Aprilliani Dewi, terhadap Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia.
Lokasi bentrokan antara massa debt collector dengan ojol di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
MK memutuskan leasing yang ingin menarik kendaraan harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri. Tetapi eksekusi sepihak oleh kreditur tetap bisa dilakukan, asalkan debitur mengakui adanya cidera janji (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusianya.
ADVERTISEMENT
"Namun, apabila yang terjadi sebaliknya, di mana pemberi debitur tidak mengakui adanya wanprestasi dan keberatan untuk menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia, maka kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri. Dengan demikian hak konstitusionalitas debitur dan kreditur terlindungi secara seimbang," tutur Hakim Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (6/1).
Keputusan MK ini harusnya sudah dipahami oleh para kreditur termasuk mata elang yang biasa menjadi eksekutor jalanan bagi mereka yang menunggak pembayaran. Sehingga bentrok yang terjadi di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, tak perlu lagi terjadi.
Bentrokan itu bermula saat debt collector menarik paksa sepeda motor dari pengemudi. Melihat hal itu, pengemudi ojol lainnya berupaya mengingatkan mata elang untuk tak bersikap sewenang-wenang.
ADVERTISEMENT
“Jadi ojol ini nolongin perempuan yang mau diambil motornya. Itu setop paksa di jalan itu nggak boleh. Tapi dianya (mata elang) malah marah, akhirnya kejadian,” ungkap salah seorang driver ojol, Agus, di lokasi, kepada kumparan.
Lokasi bentrokan antara massa debt collector dengan ojol di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Keributan antara mata elang dan ojol itu pun menarik perhatian banyak driver ojol di sekitar lokasi. Hingga ojol yang kebetulan lewat pun berhenti.
“Kebetulan di lokasi itu memang banyak mereka (mata elang) yang tinggal di sana. Sekitar puluhan. Tapi ojol udah ratusan itu, jalanan aja macet total,” tutur Agus.
Polisi sempat mengeluarkan beberapa kali tembakan udara untuk melerai massa.
“Ada beberapa kali tadi, pas rame-rame itu ditembaki ke udara. Lalu pas mau ngangkut bawa korban dan mata elang ke kantor polisi,” terang Agus.
ADVERTISEMENT
“Driver ojol itu (yang bentrok di awal kejadian) luka di tangannya, tidak parah,karena mereka pakai senjata tajam,” sambungnya.