Ombudsman Pertanyakan Sanksi Jika Biaya Rapid Test Melebihi Rp 150 Ribu

8 Juli 2020 7:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengambil sampel darah untuk dilakukan rapid test kepada karyawan dan pengunjung Pusat Perbelanjaan di Sragen, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengambil sampel darah untuk dilakukan rapid test kepada karyawan dan pengunjung Pusat Perbelanjaan di Sragen, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman mempertanyakan sanksi jika terjadi pelanggaran biaya rapid test lebih mahal dari yang ditentukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebesar Rp 150 ribu. Pasalnya, dalam surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes tak dicantumkan sanksi dan hukuman bagi pihak-pihak yang melanggar.
ADVERTISEMENT
“Oke dari Kementerian Kesehatan mematok harga Rp 150 ribu. Apa sanksinya bagi pihak-pihak yang melakukan, melanggar peraturan ini, mematok biaya di atas Rp 150 ribu ada sanksinya atau tidak?” ungkap anggota Ombudsman Alvin Lie, dalam pernyatannya, Rabu (8/7).
Komisioner Ombudsman Alvin Lie Foto: Mustaqim Amna/kumparan
Alvin kemudian menyoroti laporan dari sejumlah rumah sakit yang membeli alat rapid test dengan harga di atas Rp 200 ribu. Ia pun mempertanyakan nasib rumah sakit-rumah sakit yang bisa merugi karena memiliki stok alat rapid test cukup banyak, namun biaya rapid test maksimal dipatok Rp 150 ribu.
“Mereka sudah terlanjur punya stok, untuk itu apakah uangnya dikembalikan atau bagaimana sebab kelihatannya di beberapa daerah ini juga rumah sakit-rumah sakit tidak punya pilihan belinya dari orang itu-itu saja, yang dikhawatirkan telah terjadi monopoli atau olicopoli,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Rumah sakit tidak bisa berbuat banyak dan ketika ini diturunkan siapa yang menanggung rugi?” imbuhnya.
Kegiatan rapid test yang dilakukan Angkasa Pura II. Foto: Angkasa Pura II
Selain itu, Alvin mendorong peninjauan kembali syarat rapid test mandiri bagi masyarakat yang bepergian dengan menggunakan pesawat, kereta api, dan kapal.
“Perlu diingat hanya di Indonesia yang mensyaratkan calon penumpang pesawat udara maupun kereta api untuk mempunyai sertifikat uji COVID-19. Negara lain tidak ada yang mensyaratkan itu. Syarat itu hanya penerbangan lintas negara bukan untuk penerbangan domestik atau rute dalam negeri,” jelas Alvin.
Surat Kemenkes terkait batasan tarif rapid test. Foto: Dok. Kemenkes
Surat Kemenkes terkait batasan tarif rapid test. Foto: Dok. Kemenkes
Menurut Alvin, alat pemeriksaan yang ada saat ini lebih baik digunakan untuk tracing di daerah-daerah dengan status zona merah penularan virus corona.
“Sebaiknya alat tes yang tersedia di manfaatkan untuk pelayanan bagi daerah-daerah yang dikhawatirkan terjangkit, daerah merah atau orang-orang yang memang suspect tidak menjadi syarat administratif untuk perjalanan menggunakan pesawat, kereta atau kapal,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
————-----------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***
Saksikan video menarik di bawah ini: