Oposisi Korsel Kembali Dorong Pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol

8 Desember 2024 17:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengunjuk rasa mengenakan ponco di tengah hujan saat mereka mengambil bagian dalam aksi menyalakan lilin yang menyerukan penggulingan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di tangga Majelis Nasional di Seoul, Kamis (5/12/2024). Foto: PHILIP FONG/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Para pengunjuk rasa mengenakan ponco di tengah hujan saat mereka mengambil bagian dalam aksi menyalakan lilin yang menyerukan penggulingan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di tangga Majelis Nasional di Seoul, Kamis (5/12/2024). Foto: PHILIP FONG/AFP
ADVERTISEMENT
Partai Demokrat (DP), oposisi utama Korea Selatan, kembali mengajukan rencana pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol.
ADVERTISEMENT
Langkah ini diambil usai deklarasi darurat militer oleh Yoon memicu kemarahan publik dan tuduhan pemberontakan terhadap dirinya.
Pada Sabtu (7/12), Yoon lolos dari pemakzulan setelah mosi yang diajukan partai oposisi tidak mencapai jumlah suara yang dibutuhkan, yakni 200 dari 300 anggota parlemen.
Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon memboikot pemungutan suara, memblokir upaya tersebut.
Seorang warga menyaksikan siaran Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang menyampaikan pidato kepada bangsa di salah satu stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan, Sabtu (7/12/2024). Foto: Kim Soo-Hyeon/REUTERS
Namun, kegagalan ini tak menyurutkan semangat oposisi. Lee Jae-myung, pemimpin DP, menyatakan partainya akan mencoba kembali pada 14 Desember mendatang.
“Yoon, pelaku utama pemberontakan yang merusak tatanan konstitusional, harus segera mengundurkan diri atau dimakzulkan tanpa penundaan,” tegas Lee dalam konferensi pers, seperti dikutip dari AFP.

Deklarasi Darurat Militer Picu Kemarahan

Warga mengukuti aksi protes terhadap Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di Seoul, Korea Selatan, Rabu (4/12/2024). Foto: Yonhap/via AFP
Deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon pada Selasa lalu (3/12) menjadi sorotan dunia.
ADVERTISEMENT
Yoon berdalih langkah tersebut diperlukan untuk melindungi negaranya dari ancaman Korea Utara.
Namun, tindakan itu dianggap mencederai demokrasi, mengingat pasukan militer sempat mencoba menguasai Majelis Nasional dengan memblokir akses para anggota parlemen.
Kenangan kelam masa otoritarian Korsel di bawah rezim militer kembali menghantui publik.
Protes besar-besaran terjadi di luar gedung parlemen, dengan jumlah peserta yang diklaim mencapai satu juta orang oleh penyelenggara.

Tuduhan Pemberontakan dan Pengunduran Menteri

Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun. Foto: SAUL LOEB/AFP
Selain Yoon, beberapa pejabat tinggi turut terseret. Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, penanggung jawab operasi darurat militer, ditangkap polisi.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min mengundurkan diri pada Minggu (8/12).
Dikutip dari AFP, profesor hukum tata negara Kim Hae-won menyebut langkah Yoon sebagai “kudeta lunak yang melanggar konstitusi”.
ADVERTISEMENT
Ia mengkritik upaya menyerahkan kekuasaan presiden kepada partai politik sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip negara demokratis.
Di tengah suhu beku, ribuan orang berkumpul setiap malam untuk menuntut pengunduran diri Yoon.
“Meskipun kami belum berhasil hari ini, perjuangan ini belum selesai,” ujar salah satu pengunjuk rasa, Jo Ah-gyeong (30 tahun), kepada AFP.