Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Optimisme dan Potensi Lelucon Kebijakan Makan 20 Menit di Warteg
28 Juli 2021 8:08 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Pemerintah kini mengizinkan masyarakat makan di tempat atau dine in selama masa perpanjangan PPKM level 3-4 hingga 2 Agustus. Namun masyarakat hanya boleh makan selama 20 menit.
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut, pengawasan aturan ini dilakukan oleh Satpol PP DKI dengan dibantu TNI dan Polisi.
Tito membeberkan, sebenarnya yang mesti diambil dari ukuran waktu makan di tempat selama 20 menit adalah mencegah terjadinya penyebaran COVID-19.
"Prinsipnya cukup bagi kita untuk makan 20 menit. Lalu agar tidak membuat aksi yang membuat terjadinya droplet bertebaran seperti ngobrol keras, tertawa keras. Di luar negeri sudah lama diberlakukan itu," kata Tito.
Akan tetapi, kebijakan ini justru menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang mendukung namun ada yang memberikan kritik.
Misalnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies menanggapi seorang warganet yang membuat meme soal aturan ini.
Gambarnya penggabungan foto lama Anies Baswedan saat sedang makan di warteg dengan foto salah satu presenter acara TV yang membawa ponsel sambil menunjukkan waktu.
ADVERTISEMENT
Di sana tertulis "Pak Anies, waktu bapak untuk menghabiskan makanan sisa 9 menit 8 detik!". Meme unik ini diunggah akun twitter @alpokatmentega.
Anies kemudian membalas meme itu. Anies tanpa ragu dan menjawab dengan singkat bahwa dia bisa menghabiskan makanan dengan waktu yang tersisa.
"Bisa! Insya Allah," tulis Anies.
Aturan Makan 20 Menit Jika Tak Dijelaskan Akan Jadi Lelucon
Sementara Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah menjelaskan detail mengenai aturan makan 20 menit. Penjelasan dibutuhkan agar aturan tak menjadi sekadar lelucon di publik.
"Pemerintah harus bisa menjelaskan mengapa aturan batasan waktu makan tersebut bisa dianggap efektif untuk mencegah penularan. Kemudian soal teknis pengawasannya bagaimana? Apakah hanya perlu kesadaran masyarakat atau bagaimana? Ini harus dijelaskan rinci,” kata Puan.
ADVERTISEMENT
“Kalau ini dibiarkan tanpa penjelasan dan akhirnya hanya menjadi lelucon di tengah masyarakat, saya khawatir ini justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tambah Puan.
Puan menilai, kebijakan PPKM harus mendapat dukungan atau sebisanya mencegah terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat. Potensi penurunan kepercayaan ini harus dicegah bukan hanya dengan hasil akhir kebijakan yang harus baik, tetapi juga lewat proses yang bisa dipercaya masyarakat.
Puan mengusulkan pemerintah berupaya membangun kepercayaan masyarakat lewat kebijakan PPKM Level 4 dengan tidak mencederai hal-hal yang kontraproduktif dalam prosesnya. Misalnya penurunan jumlah testing di saat-saat krusial seperti saat ini.
“Kalau jumlah kasus harian turun tapi jumlah testing turun, masyarakat mungkin akan bilang: ‘Ah kasus turun karena testingnya diturunkan’. Pandangan-pandangan seperti ini sebisa mungkin diantisipasi pemerintah agar tidak menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam menangani pandemi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Puan, antisipasi tersebut bisa dilakukan dengan cara tidak boleh menurunkan testing selama masa PPKM, apalagi di bawah standar yang berlaku. Ia menegaskan testing bukan hanya harus ditingkatkan secara nasional, tetapi perlu dimonitor per daerah.
Jangankan Makan 20 Menit, 5 Menit Buka Masker Deketan Saja Berisiko
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, menilai bahwa kebijakan makan di tempat masih berisiko. Tapi ia mengakui pembatasan waktu makan di tempat 20 menit paling masuk akal apabila mempertimbangkan faktor ekonomi.
“Ya ini kan memang kompleks ya, jadi bahwa kita harus lihat dari banyak sisi. Sekarang kan kita lihatnya sudah masalah kesehatan kalau pandemi seperti ini yang tidak terkendali 16 bulan, yang harus kita lihat faktor sosial ekonomi juga,” kata Dicky.
ADVERTISEMENT
“Jangankan 20 menit, 5 menit saja buka masker deketan sekarang sudah berisiko. Nah, masalahnya bagaimana mensetting misalnya dalam kondisi krisis seperti ini, secara kondisi pandemi kan memang sedang krisis, buruk sebetulnya, tapi di sisi lain bagaimana warung ini bisa jualan. Kan berarti harus dibatasi yang makan di situ, bagaimana dibatasi, memungkinkan tidak, mengatur,” imbuh dia.
Dicky mengingatkan pemerintah harus betul-betul mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Sedangkan apabila memungkinkan, ia tetap menganjurkan warga untuk tetap membawa pulang makanan.
“Kalau warteg itu kan indoor di tempat, biasanya masak di situ juga, di situ juga makannya. Menurut saya yang 20 menit ini saya paham pemerintah mau memberi keleluasaan, tapi secara aspek realita di lapangan berisiko. Jadi sebijaknya lebih disarankan dibungkus saja, yang antre di luar, pakai masker. Jadi dia pesan, ada yang manggil, dia ambil,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, menurut Dicky tak hanya waktu makan 20 menit yang jadi persoalan. Kalau memang mengizinkan dine in, harus diperhatikan juga tempat dan batas kapasitas pelanggan seperti pada aturan pembatasan sosial sebelumnya.
Sedangkan Ahli Wabah UI, Pandu Riono, mengatakan aturan makan di tempat tak jadi masalah. Tetapi menurutnya waktu tidak perlu dipersoalkan, yang penting dipastikan bahwa pelanggan yang makan di tempat tidak berlama-lama.
“Jangan lihat 20 menit. Cepat aja. Tidak mungkin dimonitor 20 menit, tapi harus cepat aja. Biarkan warung kecil berusaha, tapi diedukasi dengan baik. Esensi nya hanya makan dan jangan ngobrol,” kata Pandu.
Politikus PDIP Usul Lebih Baik Makanan Dibungkus
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi IX Fraksi PDIP Rahmad Handoyo justru melihat ada niat baik pemerintah dalam aturan waktu makan 20 menit.
ADVERTISEMENT
"Saya kira suatu hal yang positif ya, meskipun di dalam teknisnya agak rada bertanya ini. Tetapi intinya message yang disampaikan pemerintah itu pemerintah sudah memberikan suatu lampu hijau kepada pelaku UKM di sektor makanan ya," kata Rahmad.
"Paling tidak message yang ingin disampaikan bahwa lebih baik, meskipun dibuka opsi makan dine in selama 20 menit, lebih baik pelaksanaannya itu teknisnya dibungkus atau take away, itu lebih aman," tambahnya.
Ia menjelaskan, pemerintah berupaya mengeluarkan aturan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap keselamatan jiwa. Apalagi, kini ditambah menyebarnya varian Delta yang penularannya lebih cepat.
Sehingga perlu ada upaya protokol ketat dalam mencegah penularan corona, salah satunya lewat aturan makan 20 menit.
"Varian delta ini sangat mudah proses penyebarannya, sehingga pemerintah memberikan waktu itu. Meskipun dalam teknisnya tidak semudah yang kita bayangkan," papar Rahmad.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia menyebut kebijakan makan di warung 20 menit tetap perlu diapresiasi. Sebab, jika tidak dalam keadaan mendesak, warga lebih baik membungkus makanannya atau makan di tempat lain yang minim potensi penularan.
Kalau Hanya Awasi Warteg, Bisa Habis Polisi
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pengawasan yang dilakukan polisi terhadap kebijakan makan 20 menit bersifat persuasif.
Sebab tidak mungkin polisi harus menjaga satu per satu pelanggan yang datang ke warung makan.
"Kita masih terus melakukan operasi yustisi, kegiatan patroli woro-woro. Kalau kamu bilang ngawasi warungnya ada 1.000 terus TNI-Polri nungguin 1.000-nya orang makan, satu, dua menit, lima menit, habis semua polisi lama-lama," kata Yusri.
Yusri meminta kerja sama semua pihak dalam mematuhi aturan tersebut. Termasuk juga para pedagang untuk mengingatkan pelanggannya agar tidak lama saat makan di warung makan.
ADVERTISEMENT
"Kita imbau, aturankan sudah diinikan [disampaikan], kita mengharapkan teman-teman yang dibolehkan itu bisa taat juga dia punya konsumen, pelanggan, mengingatkan. Jadi sama-sama kita sinergitas antara masyarakat, aparat, pemerintah daerah," kata Yusri.
Yusri percaya dengan sinergitas tersebut angka penularan COVID-19 di Jakarta bisa ditekan.
Suasana Warteg di Bandung saat Penerapan Makan Maksimal 20 Menit
Tiga orang pria duduk dan menikmati makanan yang dihidangkan di Warteg Bahari Tulen yang terletak di Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung. Sementara pemilik warteg terlihat menyiapkan beragam makanan dan minuman untuk dihidangkan ke pembeli.
Tak ada aparat Polisi, TNI, atau Satpol PP yang berjaga di sekitar warteg untuk mengontrol penerapan aturan makan di warteg selama PPKM level 4.
ADVERTISEMENT
Setelah menyantap habis hidangannya, tiga orang pria itu satu per satu pergi dan berganti pembeli lain datang ke warteg itu. Di dalam warteg, saat itu pembeli yang datang tak melebihi tiga orang. Mereka duduk di bangku kayu panjang khas warteg.
Dikarenakan bagian dalamnya luas, pembeli berinisiatif saling jaga jarak saat menyantap makanannya, meski tak ada imbauan dari pemilik warteg. Selama penerapan PPKM, warteg ini memang lebih sepi daripada biasanya.
Pemilik warteg, Rizki Arfian, mengaku sudah mengetahui perihal pembatasan waktu dan kapasitas di warteg selama penerapan PPKM level 4.
Dia menilai aturan yang dicanangkan pemerintah itu sulit untuk diterapkan sebab pembeli biasanya tak hanya datang untuk makan, tapi juga beristirahat sehingga menghabiskan waktu lama di warungnya.
ADVERTISEMENT
"Ya, kalau masalah itu tergantung orangnya mau atau enggak (dibatasi waktunya) karena kan biasanya kalau makan sambil istirahat," kata dia.
Menurut Rizki, waktu 20 menit hanya cukup untuk makan saja. Adapun warungnya yang terletak di pusat kota, biasanya dijadikan tujuan makan bagi para pengemudi ojek online hingga pegawai toko elektronik yang letaknya tak jauh dari warung. Oleh karena itu dia tidak menegur pelanggan yang makan lebih dari 20 menit.
"Kalau 20 menit kayanya cuma makan," ucap dia.
Dia pun berharap PPKM tak lagi diperpanjang oleh pemerintah dan angka kasus harian di Kota Bandung dapat segera terkendali.
"Kalau harapan, sih, biar PPKM selesai. Warteg juga kena dampak juga," keluh dia.