Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Orang Tua, Guru, dan Siswa Tanggapi Wacana Sekolah di Jabar Dilarang Study Tour
12 Februari 2025 15:35 WIB
·
waktu baca 3 menit![Ilustrasi study tour. Foto: Mbah Purwo/Shutterstock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hxxsgtrrq4s884d7az8rjzba.jpg)
ADVERTISEMENT
Wacana dilarangnya sekolah mengadakan study tour mengemuka baru-baru ini setelah Gubernur terpilih Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan hal tersebut di hadapan pejabat Pemerintah Jawa Barat. Momen tersebut diabadikan dalam video yang dia unggah di medsosnya.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada lagi piknik, piknik mah masing-masing saja. Terus suka ada tuduhan jual LKS segala macam. Itu hindari, enggak usah. Nanti kita rumuskan. Seragam, enggak usah disiapkan sekolah, biar saja siswa beli masing-masing,” tutur Dedi kepada sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam tayangan itu.
Lalu bagaimana pendapat guru dan murid di sekolah hingga orang tua, soal hal ini?
Kesiswaan SMAN Situraja Sumedang, Enjang mengatakan pihaknya sudah sejak lama tak mengadakan study tour, sekitar 2011-2012. Sebabnya, dia mengatakan, kegiatan tersebut terbilang memberatkan baik buat siswa maupun orang tua.
“Kami setuju kalau study tour itu ditiadakan. Karena memang memberatkan. Selain memberatkan ke proses berangkatnya, itu ada proses yang namanya seperti buat laporannya,” ucapnya saat dihubungi wartawan, Rabu (12/2).
ADVERTISEMENT
Namun begitu, dia mengatakan kadang ada inisiasi dari siswa lewat OSIS untuk ada piknik, dalam arti ada kegiatan wisata tanpa adanya proses belajar. Itu karena para siswa ingin ada momen kebersamaan dengan kawan-kawannya.
Bila ada usulan seperti itu, kata Enjang, sejauh ini biasanya pihak sekolah akan mengkajinya, merundingkan dengan orang tua siswa.
Dia menegaskan untuk piknik pun tak ada kewajiban bagi siswa. Yang ingin ikut dan mampu bisa ikut, dan bila tidak, tak mengapa.
“Karena kami nggak mau terlibat urusan itu, hanya memfasilitasi kan. Nantinya disangkanya kami guru yang ingin piknik, gitu. Jadi ke anak sudah dikasih pedoman bahwa, jangan melibatkan kami untuk ikut piknik dengan kamu. Bila membutuhkan pengawas, ya misal dari wali kelas saja, atau 1-2 guru. Guru yang lain tidak perlu ikut,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Tentu itu juga atas persetujuan orang tua,” katanya.
Study Tour Dilarang, Ortu Merasa Diringankan
Sementara itu, salah satu orang tua siswa, Aceng (45), mengaku merasa diringankan bila study tour di lingkungan sekolah ditiadakan.
Dia mengatakan anaknya yang saat ini tengah duduk di SMA kelas 11 di Cimahi, pernah ikut study tour ke Jogja yang diadakan sekolah, biayanya Rp 1,5 juta. Meski dia bilang pembayarannya dapat dicicil, baginya yang berprofesi sebagai sekuriti restoran nominalnya dirasa memberatkan.
“Anak saya pernah study tour ke Yogya saat kelas 2 SMA,” sambung dia.
Siswa Takut Kehilangan Momen Masa Sekolah
Namun begitu, dari sisi siswa ada kekhawatiran mereka tak punya momen bersama di masa-masa sekolah. Hal itu diungkapkan oleh Ken (16), salah satu siswa kelas 10 di SMA Negeri di Bandung.
ADVERTISEMENT
“Ya mungkin kebayangnya masa SMA-nya kurang berwarna,” kata dia.
Dia paham tentang adanya potensi memberatkan orang tua soal biaya study tour. Tapi, Ken mungkin beruntung, sebab sepengakuannya, di tempat dia sekolah ada kultur solidaritas yang kuat, termasuk untuk urusan study tour.
Dia bercerita, kakaknya yang juga sekolah di SMA yang sama pernah dibantu oleh kawan-kawannya yang berasal dari keluarga mampu dalam hal ekonomi.
“Saya juga dari keluarga kurang mampu, dulu kakak saya sekolah di sini juga. Dan sekolah di sini itu, emang cukup berduit ya, dan kakak saya itu dibantu sama teman-temannya yang berada,” ucapnya.
Kegiatan study tour sendiri di sekolah Ken diperuntukkan buat kelas 11. Sebab kelas 10 menurutnya masih masa pengenalan dan kelas 12 sudah fokus ke ujian.
ADVERTISEMENT
“Jadi untuk study tour, koordinator-koordinator kelasnya itu menghimpun dana ke buat mereka yang kurang mampu,” katanya.
“Jadi sebisa mungkin semua ikut itu bukan semua ditagih uang yang sama, tapi sebisa mungkin bagaimana semua punya kesempatan kebersamaan yang sama,” jelas dia.