OTT Hakim Agung dan Risiko Hilangnya Kepercayaan Publik Pada Institusi Peradilan

24 September 2022 11:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, bersama 9 tersangka lainnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, bersama 9 tersangka lainnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Hakim Agung Sudrajad Dimyati menjadi tersangka kasus suap. Ia ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (21/9). Dia diduga menerima suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi atau Pukat UGM, Zaenur Rohman menjelaskan, risiko terbesar dari kasus ini adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
"Efek utama dari semakin pudarnya kepercayaan masyarakat itu adalah masyarakat bisa menggunakan cara-cara di luar hukum dan bahkan cara-cara melawan hukum ketika menghadapi permasalahan. Seperti misalnya makin banyaknya main hakim sendiri, itulah dampak yang paling mengeringkan dari merebaknya kasus suap di dunia peradilan," kata Zaenur kepada wartawan, Sabtu (24/9/2022).
Zaenur menduga, kasus ini merupakan fenomena gunung es yang harus didekati secara programatik. Artinya, langkah serius harus diambil oleh Mahkamah Agung untuk perbaikan.
Kasus ini, tak boleh dilihat secara kasuistik saja. Namun, harus dilihat secara luas kebocoran yang terjadi sehingga mengapa praktik suap terjadi di internal Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Padahal telah ada sedemikian banyak program pembaharuan termasuk misalnya penerapan sistem manajemen anti penyuapan. Harus ada evaluasi mendalam, menyeluruh dan harus juga ada perubahan besar-besaran di internal Mahkamah Agung apabila badan peradilan masih ingin dihormati, dihargai, dan dipercayai oleh masyarakat," jelasnya.
Di sisi lain, Zaenur mengatakan bahwa OTT KPK ini menunjukkan pembaruan di MA belum menyentuh aspek dasar yaitu perubahan budaya. Meski ada perbaikan di sisi kualitas layanan dan prasarana.
"Tetapi ada satu kebiasaan buruk yakni jual beli perkara yang nampaknya belum bisa bersih dari institusi Mahkamah Agung," katanya.
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, bersama 9 tersangka lainnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Setelah sebelumnya kita sering mendengar ada OTT para hakim di tingkat pertama maupun banding, kali ini tidak main-main yaitu seorang hakim agung, hakim yang menyandang kata agung tetapi perilakunya sangat memprihatinkan," jelasnya
ADVERTISEMENT
Pembaruan di MA ini harus menyentuh aspek dasar yaitu perubahan budaya, perilaku, serta cara berpikir.
"Jadi saya pikir ini tugas berat dan harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Jika seorang hakim terbukti melakukan tindak pidana korupsi, seharusnya tidak hanya bersangkutan saja yang diberikan sanksi tapi juga atasannya yaitu dalam bentuk pengunduran diri," katanya.