Pahala Dukung Alex Gugat Pasal 'Berhubungan dengan Pihak Berperkara' ke MK

14 November 2024 2:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan di Polda Metro Jaya, Senin (28/10/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan di Polda Metro Jaya, Senin (28/10/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengajukan permohonan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut terkait Pasal 36 huruf a UU KPK tentang berhubungan dengan pihak berperkara.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal 36 tersebut:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
Dalam gugatan itu, Alex menjelaskan bahwa pasal tersebut telah membawa kerugian konstitusional baginya. Hal itu lantaran tak adanya batasan yang jelas dalam frasa 'hubungan ... dengan alasan apa pun' yang membuatnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana. Hal itu terkait pertemuannya dengan eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan pun mendukung langkah Alex mengajukan permohonan uji materi UU KPK tersebut.
"Karena kami pengin jelas juga. Yang enggak boleh yang mana gitu, kan. Itu pasal kan plek gitu aja. Bukannya kita bilang jadi boleh. Bukan, bukan," kata Pahala kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (13/11).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, permohonan itu diajukan untuk menuntut adanya tafsir yang jelas terkait pertemuan dengan pihak berperkara di KPK.
"Kalau enggak sengaja gimana? Gitu kan? Kalau urusan ramai-ramai, rapat, ada dia tuh gimana juga? Maksudnya tolong didetailkan dong," ujar dia.
"Supaya jangan menafsir sendiri-sendiri. Ya gitu aja sebenernya. Intinya sama sekali bukan bilang kita keberatan pasal itu. Enggak, enggak," jelasnya.
Pahala mengaku mendukung keberadaan pasal tersebut di UU KPK. Namun, lanjutnya, perlu penjelasan lebih lanjut lantaran dalam penerapannya justru bisa menjadi salah tafsir.
"Itu pasal bagus banget. Iya lah. Supaya jangan udah ada urusan, masih hubungan di luar urusan. Tapi yang kita mau didetailkan. Karena dalam realita jadi kesulitan, tuh, ketemu enggak sengaja," ucap Pahala.
ADVERTISEMENT
"Yang jelas dia [Alex] omongin, saya setuju. Ini harus dijelasin emang. Gimana [jika] ketemu enggak sengaja? Gimana ketemunya di forum? Gitu kan," pungkasnya.

Gugatan Alex Marwata dkk

Pimpinan KPK Alex Marwata menjawab pertanyaan awak media saat memenuhi panggilan Polda Metro Jaya di Jakarta, Kamis (15/10/2024) Foto: Thomas Bosco/kumparan
Permohonan uji materi itu dilayangkan oleh Alex bersama dengan dua orang pegawai KPK. Mereka adalah: Lies Kartika Sari selaku auditor muda KPK (pemohon 2) dan Maria Fransiska selaku pelaksana pada unit sekretaris pimpinan KPK (pemohon 3). Gugatan tersebut didaftarkan ke MK pada 4 November 2024.
Dalam gugatan itu, Pemohon juga mengajukan permohonan uji materi Pasal 37. Dalam gugatannya, disebut bahwa penerapan Pasal 36 kolektif dengan Pasal 37 juga menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon 2 dan Pemohon 3 selaku pegawai KPK.
Menurut Alex, dua pasal itu dinilai jadi alat untuk mengkriminalisasi insan KPK.
ADVERTISEMENT
"Apa urgensinya? Pasal itu bagi kami (pimpinan dan pegawai) bisa dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK," ujar Alex kepada wartawan, Kamis (7/11) lalu.
Alex menyebut, rumusan kedua pasal itu tidak jelas. Meskipun, dalam penjelasan UU KPK telah dinyatakan dengan cukup jelas.
Ketidakjelasan itu lantaran adanya batasan yang tidak pasti di dalam norma Pasal 36 huruf a UU KPK. Selain itu, juga banyak kejanggalan di norma pasal yang dimaksud.
"Kalau dengan tersangka sudah jelas perkara sudah di tahap penyidikan dan tersangka sudah ada. Tapi, pihak lain itu siapa? Batasan perkara itu di tahap apa? Dengan alasan apa pun itu apa maknanya?" tutur Alex.
"Kalau tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun akan semau-maunya penegak hukum. Apakah laporan masyarakat yang bahkan belum penyelidikan juga dianggap perkara?" lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Alex juga memaparkan penafsiran frasa 'dengan alasan apa pun' di dalam Pasal 36 huruf a tersebut.
"Bagaimana kalau dalam rangka melaksanakan tugas? Bagaimana kalau pertemuan/komunikasi dilakukan dengan iktikad baik atau misalnya pada saat bertemu tidak tahu status orang yang ditemui?" tutur dia.
"Kalau tanpa pengecualian berarti bertemu di kondangan pun bermasalah, sekalipun tidak ada hal penting yang dibahas," sambungnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Alex menegaskan, mestinya ada penjelasan konteks pertemuan yang dimaksud di dalam pasal tersebut. Misal, yang mengakibatkan munculnya konflik kepentingan atau terhambatnya penanganan perkara di KPK.
Lebih lanjut, Alex pun menyebut bahwa hanya aparat penegak hukum yang tak memahami esensi dari dua pasal yang digugatnya bersama pegawai KPK tersebut.
ADVERTISEMENT
Sehingga, lanjut dia, justru menilai pertemuan dengan setiap orang yang berurusan dengan lembaga antirasuah sebagai perbuatan pidana.
"Pasal 36 dan 37 merupakan ranah etik untuk menjaga integritas insan KPK dan marwah KPK. Jadi, sebelum ke pidana mestinya dilihat apakah ada pelanggaran kode etik," ucap Alex.
Dalam permohonannya, Alex menilai bahwa penerapan norma Pasal 36 huruf a UU KPK tidak berkepastian hukum. Sehingga, ia meminta MK perlu mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi.
"Atau memaknai Pasal 36 dengan 'Pasal 36: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: (a) mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau yang mewakilinya dengan maksud untuk meringankannya'," imbuh dia.
Adapun berikut petitum gugatan Alex dkk dalam permohonan tersebut, yakni:
ADVERTISEMENT