Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Pajak Air Permukaan Merugikan Investor Tambang
11 Oktober 2017 12:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Investasi adalah salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun untuk menggenjot investasi, diperlukan kepastian hukum, fiskal, hingga situasi politik yang kondusif.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, kondisi perekonomian Indonesia masih dalam fase pemulihan yang berdampak pada penerimaan pajak pusat maupun daerah.
Sebagai informasi, dalam APBD 2017, kontribusi dana perimbangan masih sangat mendominasi pendapatan daerah yaitu sebesar 66,1%. Artinya, pendapatan daerah sangat bergantung terhadap kinerja penerimaan di pusat.
Hingga September 2017, realisasi penerimaan pajak masih di kisaran Rp 770 triliun atau sekitar 60% dari target pemerintah. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 24,2% terhadap Pendapatan Daerah.
"Dengan kondisi demikian, sangat rasional jika Pemerintah Daerah (Pemda) menggenjot penerimaan melalui PAD. Namun, upaya ini harus dilakukan secara hati-hati terutama dampaknya terhadap tax certainty dan tidak menyimpang dari asas dan praktik pemungutan pajak yang baik," ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, dalam diskusi di Tjikini Lima, Jakarta, Rabu (11/10).
ADVERTISEMENT
Secara historis, upaya Pemda dalam meningkatkan PAD berdampak pada kepastian pajak atau tax certainty. Salah satu sumber dari ketidakpastian ini adalah terbitnya banyak peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan Undang-Undang maupun tanpa dasar hukum.
"Sebagai dampaknya, beban pajak baru ini akan memukul dunia usaha karena tidak masuk perhitungan awal dalam keputusan investasi. Salah satu sektor yang terdampak signifikan adalah sektor pertambangan yang bersifat padat modal dan jangka panjang," jelasnya.
Prastowo mencontohkan, salah satu jenis pajak yang kerap menjadi pokok sengketa sekaligus menciptakan momok bagi para pelaku usaha adalah Paiak Air Permukaan (PAP), yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
ADVERTISEMENT
PAP merupakan pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Provinsi.
"Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tax certainty adalah inkonsistensi perlakuan otoritas terhadap ketentuan nailed-down dan prevailing yang berlaku bagi suatu perusahaan," ucap dia.
Nailed down adalah sistem pemungutan pajak berdasarkan peraturan yang berlaku pada saat ditandatanganinya kontrak atau saat perizinan diberikan. Tarif PPh Badan yang berlaku adalah statis sebesar 35%.
Sedangkan prevailing adalah pemungutan pajak berdasarkan peraturan yang berlaku dari waktu ke waktu. Saat ini, tarif PPh Badan yang berlaku adalah 25%.
"Perdebatan nailed down vs prevailing sudah saatnya tidak dimaknai sempit sekadar besaran pendapatan negara, melainkan pertimbangan kepastian hukum dan investasi di jangka panjang," tutur Prastowo.
ADVERTISEMENT