Pakar Hukum: Tak Bisa Polisi Tetapkan Tersangka Hanya Pakai Face Recognition

15 April 2022 20:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumpa pers kasus pengeroyokan Ade Armando di Polda Metro Jaya, Selasa (12/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers kasus pengeroyokan Ade Armando di Polda Metro Jaya, Selasa (12/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi menggunakan teknologi pemindai wajah atau face recognition dalam mengidentifikasi pelaku yang mengeroyok Ade Armando pada demo 11 April.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata dua orang yang diumumkan sebagai tersangka, tidak ikut dalam demonstrasi di depan DPR itu. Polisi mengakui ada salah identifikasi dari face recognition.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan alat apa pun sebenarnya tidak sah dalam menetapkan tersangka jika tidak memenuhi dual alat bukti kuat. Termasuk alat pemindai wajah itu.
“Untuk menetapkan tersangka menurut KUHAP harus didasari pada dua alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang sah itu keterangan saksi, keterangan ahli, akar bukti surat dan keterangan tersangka sendiri,” kata Fickar kepada kumparan, Jumat (15/4).
“Selain itu tidak sah termasuk penggunaan alat apa pun namanya,” imbuhnya.
Ilustrasi tersangka pelecehan seksual. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa penetapan tersangka harus didasari dua alat bukti yang sah sesuai pasal 184 KUHAP.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyinya:
"Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa"
"Tidak cukup FR hanya alat pembantu menemukan saksi-saksi atau pihak yang mengetahui, penetapan tersangka tetap harus didasarkan keterangan minimal 2 orang saksi, tanpa itu penetapan tidak sah," jelas Fickar.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Sebelumnya, polisi mengidentifikasi para pelaku pengeroyokan yang dilakukan terhadap dosen Universitas Indonesia itu. Teknologi face recognition memudahkan polisi untuk mencari dan menangkap para pelaku.
Namun,teknologi ini dua kali gagal mengidentifikasi pelaku pengeroyokan yang sebenarnya. Padahal, wajah dan identitas mereka sudah terlebih dahulu beredar di media sosial, jauh sebelum diumumkan secara resmi oleh polisi.
Ketika itu, polisi menetapkan Muhammad Bagja, Komar, Try Setia Budi, Dhia Ul Haq, Ade Purnama, Abdul Latip dan Abdul Manaf sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Namun polisi salah mengidentifikasi Try Setia Budi dan Abdul Manaf. Keduanya terbukti tidak berada di tengah demo 11 April dan menganiaya Ade Armando.
Tenaga kesehatan memantau layar monitor dari kamera Closed Circuit Television (CCTV) di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). Foto: Adeng Bustomi/ANTARA FOTO

Apa Itu Face Recognition

Face recognition merupakan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau sensor wajah dapat mengidentifikasi seseorang dari gambar digital atau video secara real time. Teknologi ini mampu memindai wajah, yang selanjutnya bisa langsung dihubungkan ke komputer atau gadget.
Awalnya teknologi ini pertama kali digunakan oleh penegak hukum untuk mengidentifikasi napi tau buronan yang kabur. Tahun 2001 adalah momen teknologi Facial Recognition digunakan secara massal, yaitu dalam gelaran Super Bowl 2001.
Pada saat itu seluruh pengunjung dipindai wajahnya menggunakan kamera CCTV khusus, dengan tujuan menghindari terjadinya kekerasan dan mempermudah untuk menangkap pelaku kejahatan.
ADVERTISEMENT
Namun dewasa ini, sistem pemindai wajah ini telah dipakai banyak perusahaan dan instansi dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi pengenalan wajah di Facebook dan Face ID di perangkat iPhone, merupakan contoh penggunaan face recognition dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem ini juga kerap digunakan perusahaan, dan penegak hukum, seperti yang telah diterapkan PT Angkasa Pura II. Mereka menggunakan sistem face recognition untuk penumpang pesawat yang akan melakukan keberangkatan melalui Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Sistem ini telah dipakai sejak bulan Januari 2022.
Teknologi ini juga telah dipakai di sejumlah rumah sakit untuk memindai wajah pasien dan pengunjung rumah sakit. Khususnya di masa pandemi yang mengharuskan orang untuk tak saling sentuh, teknologi ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi identitas pasien yang berkunjung.
Kamera pengawas atau 'closed circuit television' (CCTV) terpasang di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (23/1/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Polri menggunakan teknologi face recognition pada tilang elektronik atau ETLE. Melalui kamera CCTV yang dipasang, para pelanggar dapat langsung teridentifikasi berkat teknologi pemindai wajah yang segera terhubung dengan sistem database yang ada di kepolisian.
ADVERTISEMENT
Beberapa kasus pelanggaran hingga kecelakaan lalu lintas berhasil ditangani dengan mudah berkat teknologi ini.