Pakar soal Gibran Cawapres: Bagian dari Nepotisme

24 Oktober 2023 1:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Sunanto (kedua kiri); Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Tama S Langkun (kedua kanan); Pakar Politik, Ikrar Nusa Bhakti (kanan) dalam acara Diskusi dan Konferensi Pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/10). Foto: Fadlan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Sunanto (kedua kiri); Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Tama S Langkun (kedua kanan); Pakar Politik, Ikrar Nusa Bhakti (kanan) dalam acara Diskusi dan Konferensi Pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/10). Foto: Fadlan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti bicara soal penunjukan Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo Subianto. Ia menilai tindakan itu sebagai nepotisme.
ADVERTISEMENT
"Seorang presiden yang dipuja-puji sama rakyat, ya, dipuja-puji sama apa namanya tuh, eh, elite politik tiba-tiba dengan adanya apa namanya anak yang menjadi cawapres itu mau enggak mau adalah bagian dari nepotisme," kata Ikrar dalam acara Diskusi dan Konferensi Pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/10).
Ikrar menilai ada tujuan melanjutkan kekuasaan setelah 10 tahun Jokowi menjabat sebagai Presiden. Maka itu kini Gibran maju sebagai cawapres.
"Memang kekuasaan itu kalau sudah berjalan lebih dari 10 tahun ya atau menjelang 10 tahun itu memang biasanya penguasanya itu lupa. ya keinginan untuk berkuasa itu masih tetap ada. Makanya waktu itu ada isu apa presiden periode ketiga gitu kan walaupun itu enggak berhasil. Ya jadi hal-hal seperti inilah ya," tutur Ikrar.
ADVERTISEMENT
Bacapres Prabowo Subianto dan Bacawapres Gibran Rakabuming Raka. Foto: kumparan
Bagi Ikrar masih banyak anak muda yang memiliki pengalaman lebih dari Gibran. Mereka juga bisa melanjutkan visi yang dibawa Jokowi.
"Jadi enggak boleh ada pandangan itu harus didelegasikan kepada anaknya. Kalau itu yang terjadi itu saya bilang ke bawah itu adalah nepotisme, ya, dan ada rekayasa hukum untuk itu dan kemudian ada rekayasa politik untuk itu, ya, dan sekarang yang kita takutkan itu rekayasa di dalam pemilihan umum, ya, yang kemudian menggunakan aparatur, sipil, dan TNI dan juga Polri, ya, jadi aparatur pertahanan negara, aparatur juga keamanan negara, kalau itu terjadi kiamat," kata Ikrar.
Jika itu terjadi, bagi Ikrar sama saja demokrasi Indonesia mundur. Padahal Pemilu 2024 sudah disiapkan dengan matang.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah benar-benar apa, ya, kemunduran di dalam proses demokrasi kita. Padahal Pemilu 2024 itu adalah yang paling rumit dan kita harapkan berhasil sehingga pada Pemilu 2029 kita udah mencapai titik bukan lagi konsolidasi demokrasi, tapi menuju ke demokrasi yang matang gitu," ujarnya.