Pakar UGM soal ASN Terima Bansos: Kembalikan, Mentalitas Miskin Harus Dibenahi

22 November 2021 13:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) menyerahkan bantuan sosial kepada warga saat kunjungan kerja di dapur umum korban banjir di Jalan Anoi, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis(15/9/2021). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) menyerahkan bantuan sosial kepada warga saat kunjungan kerja di dapur umum korban banjir di Jalan Anoi, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis(15/9/2021). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kemensos menemukan ada 31.624 ASN menerima bantuan sosial (bansos). Banyak pihak yang menyayangkan hal ini, sebab dalam aturannya, ASN tak boleh menerima bansos.
ADVERTISEMENT
Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM, Dr. Hempri Suyatna, mendorong agar para ASN segera mengembalikan bansos tersebut.
"Jika mereka sadar bahwa ini bukan hak mereka, seharusnya segera dikembalikan," kata Hempri dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/11).
Ilustrasi PNS. Foto: Dok. Istimewa
Hempri menyebut salah satu hal yang membuat bansos sering salah sasaran karena mentalitas miskin yang masih ada di masyarakat. Fenomena ribuan ASN yang terindikasi menerima berbagai jenis bansos, menjadi salah satu contohnya.
"Bentuk-bentuk mentalitas miskin ini yang harus dibenahi agar program bansos juga tepat sasaran," terangnya.
Menurutnya, tujuan bansos seharusnya untuk mengatasi berbagai risiko, mulai dari aspek rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, hingga penanggulangan kemiskinan.
Dengan begitu, bansos sudah pasti diperuntukan untuk masyarakat rentan atau terdampak bencana. Jika dalam penyalurannya justru salah sasaran maka manfaat bansos menjadi kurang efektif.
ADVERTISEMENT
"Secara umum dapat saya katakan (bansos) kurang efektif karena selain masih banyak salah sasaran, program-program bansos ini cenderung hanya menjadi pemadam kebakaran dan parsial," bebernya.

Faktor Bansos Salah Sasaran

Juru Bayar Kantor Pos Indonesia menyalurkan Bantuan Sosial Tunai (BST) Kemensos kepada warga. Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Hempri menyebut, terdapat sejumlah faktor penyebab bansos salah sasaran. Pertama, faktor verifikasi dan validasi data kemiskinan atau yang disebut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang belum baik. Masih banyak warga mampu masih terdata sebagai warga miskin.
Hal itu juga tidak diperbaiki dengan pembaruan data oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa.
"Pemerintah kabupaten seharusnya lebih update terkait perkembangan data-data kemiskinan yang ada di wilayah," terangnya..
"Integrasi di antara program bansos yang satu dengan program yang lain kurang efektif," bebernya.
Kemudian faktor terkait banyaknya pintu pendataan. Dengan kondisi ini, Hempri menyebut muncul para pemburu rente dalam penyaluran bansos atau politisasi bansos. Untuk itu, dia meminta para ASN yang memperoleh bansos memiliki kesadaran untuk mengembalikannya.
ADVERTISEMENT
"Dalam perspektif agama pun, menerima sesuatu yang bukan haknya juga tidak baik," kata ia mengingatkan.

Pemda DIY Cek ASN Penerima Bansos

Asisten Sekda DIY Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum, Sumadi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Sementara itu, Asisten Sekda DIY Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum, Sumadi, mengaku pihaknya masih mengecek apakah ada ASN di DIY yang menerima bansos. Pihaknya juga mengkomunikasikan hal ini ke KemenPANRB.
"Belum ketemu kita, apakah mengembalikan atau sanksi lain atau kita lihat," jelasnya dihubungi terpisah.
MenPANRB Tjahjo Kumolo sudah angkat bicara soal data Kemensos yang mengungkap terdapat 31.624 ASN menerima bansos. Tjahjo menegaskan ASN dilarang menerima dan dapat disanksi jika terbukti mendapat bansos.
“Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai disebutkan bahwa Penerima Bantuan Sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial,” kata Tjahjo, Jumat (19/11).
ADVERTISEMENT
“Walaupun tidak diatur secara spesifik, bagi pegawai ASN dilarang untuk menerima bantuan sosial. Pada dasarnya pegawai ASN merupakan pegawai pemerintah yang memiliki penghasilan tetap, gaji dan tunjangan dari negara. Pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial,” imbuh dia.